Pages

Kamis, 16 Agustus 2012

Aku Tetap Berdiri Dan Melihat Sinar Itu Dari Kejauhan

Pagi itu aku tiba di stasiun kereta yang terakhir kali kulihat tiga tahun yang lalu. Wah, aku sangat rindu kota ini, terutama karena ada kamu di sini. Sudah tidak sabar ingin segera melihat raut wajahmu di saat melihatku tiba-tiba datang dan tersenyum di depanmu.

"Hai cantik..tunggu aku ya..".

Dengan jelas hatiku berkata seperti itu. Aku memang sudah tidak bisa membendung kebahagiaan akan semua rencana-rencana indah kami.

"Becak mas?".

"Ke kota ya pak, ke jalan Cendrawasih".

"10 ribu ya mas?".

"Siap pak, pelan-pelan saja ya pak, saya mau menikmati tiap bangunan di kota kelahiran saya ini".

"Iya mas tenang saja, monggo..".

Di sepanjang jalan aku seperti menonton film saja. Tiap jengkal jalanan kota ini seperti memiliki cerita untukku, untuk hubunganku denganmu. Aku terus tersenyum dan terkadang menahan tawa karena ada bayangmu yang sepertinya selalu mengajakku untuk bermanja. Saat itu.

"Mas mas..sudah sampai".

Ucapan sang tukang becak menyadarkanku jika ternyata aku sudah dekat sekali dengan rumahku.

"Persimpangan ke dua nanti belok ke kiri ya pak, rumah ke tiga".

Sampai. Ibu nampak sudah sangat menunggu kedatangan anak laki-lakinya ini. Beliau langsung memelukku. Sungguh pelukan yang hangat. Pagi itu Bapak sudah tidak ada di rumah. Seperti biasa, beliau memang sosok pekerja keras yang selalu menomer satukan keluarganya. Bangganya aku menjadi anaknya.

"Bapak sudah pergi kerja ya Bu?".

"Ya iya Le, kamu kayak gak kenal Bapakmu saja, sudah dari setengah jam yang lalu Bapakmu keluar rumah".

"Bapak memang rajin ya Bu, pasti dulu Ibu suka ke Bapak juga karena Bapak itu tipe laki-laki pekerja keras to?".

Lalu kami larut dalam kehangatan tawa. Suasana seperti ini yang selalu jadi lamunanku di tiap malam, di sana, di kota tempatku mencari sesuap nasi. Ku putuskan untuk mandi, sarapan bersama Ibu, lalu pamitan untuk menemui Sinar. Wanitaku.



"Hati-hati di jalan ya Le, ajak dia main ke rumah, nanti kita bisa makan malam bersama di sini".

"Injih Bu, aku pamit ya, Assalamualaikum".

"Wa'alaikumsalam Le..".

Ibu memang sudah menyukai sosok Sinar dari awal aku mengenalkannya. Bagi Ibu, dia wanita yang tepat untuk menemani sisa hidupku. Sinar itu sederhana, tapi dia selalu bisa membuat orang lain berfikiran jika dia itu sebenarnya memiliki sesuatu yang luar biasa. Spesial sekali.

Tidak ada semangat yang lebih besar dari semangat yang aku rasakan saat itu. Andai aku bisa meminta, mungkin aku akan meminta sepasang sayap saja kepada Sang Pencipta. Agar aku bisa cepat sampai di sana.

Jarak rumahku dan rumah Sinar sebenarnya tidak terlalu jauh, namun jalanan di kota ini memiliki banyak jalan yang satu arah. Jadi, mau tidak mau aku harus berputar terlebih dahulu. Mengapa perjalanan ini terasa lebih lama jika di bandingkan perjalananku dari Jakarta ke kota ini ya?

Kakiku menginjak halaman rumah itu. Banyak sekali perubahan yang terjadi. Semua sekarang terlihat lebih mewah. Ada beberapa bagian rumah yang mungkin sudah di renovasi selama aku tidak di sini. Cat temboknya pun sudah tidak seperti dulu.

Ku persiapkan senyum terbaikku untuk wanita itu. Perlahan ku melangkah ke dalam rumahnya.

Seperti ada yang menghujam begitu keras. Kaku. Seluruh tubuhku terasa sangat dingin. Aku tidak percaya akan apa yang aku lihat di depanku saat ini.

"Mas Bima, kapan datang mas??? Kok gak ngasih aku kabar???"

Sinar sangat terkejut akan kedatanganku. Suara yang selama ini selalu ku rindu, terdengar seperti sayatan-sayatan kecil yang membuatku tidak bisa bergerak walau sekedar melihat wajah ayu'nya.

Aku tidak percaya akan apa yang aku lihat!!!
Ada apa ini???

"Ayo masuk mas, kita ngobrol di dalam saja".

Tanganku di pegang Sinar, cepat saja aku memasuki rumah yang seakan terasa seperti ruang eksekusi. Fikiranku melayang entah kemana. Air mata ini pun sudah tak ingin keluar, padahal aku sangat membutuhkannya agar sesak ini terasa lebih ringan. Mungkin karena sulitnya aku menerima kenyataan.

Kemana perginya janji-janji itu??? Di bunuh siapa semua rencana kami selama ini!!! Meronta. Namun tak terlihat.

Semakin terasa pedih di saat Sinar berusaha menjelaskan semuanya. Tapi aku tidak bisa langsung pergi dari sini walau sebenarnya aku ingin. Masih ada yang mau aku sampaikan, mungkin menjadi pesan terakhirku untuk hidupnya.

"Maafkan aku mas, sungguh maafkan aku, ini semua di luar kuasaku dan terjadi begitu saja. Janin di dalam tubuh ini sudah 8 bulan. Dan selama itulah aku berkelahi dengan nuraniku. Aku memilih untuk menutupi semua ini. Aku tak sanggup jujur kepadamu mas. Aku terlalu lemah. Aku tak ingin kau pergi ketika tau semuanya, saat-saat seperti inilah yang selalu aku tunggu di setiap hariku. Saat di mana aku merasa sangat tenang jika ada di sampingmu. Walau sesaat, walau aku tau setelah ini mungkin kau akan pergi dari kehidupanku untuk selama-lamanya mas..".

Tuhan terasa begitu dekat denganku saat itu. Seperti ada kekuatan yang bisa membuatku tetap diam dan duduk di kursi kayu itu. Kelu. Seperti kehilangan arah dan tidak mengerti harus berkata apa. Aku diam.

"Mas, aku tidak baik bagimu. Aku sekarang tak lebih dari seorang wanita hina yang sedang menunggu kesalahannya hadir di kehidupan ini. Aku menerima apapun sikapmu kepadaku setelah ini mas. Apapun itu. Namun jangan paksa aku untuk melupakan semua keindahan yang sudah kita bangun bersama, semua janji itu, rencana-rencana indah kita mas..mas.."

"Sinar, jangan kau anggap anakmu nanti sebagai satu kesalahan. Dia tidak bersalah sedikitpun!"

Aku memotong penjelasan Sinar. Baru kali ini aku sedikit membentaknya. Tangisnya semakin menjadi. Ingin sekali memelukknya seperti dulu. Aku memang tidak kuat melihat air matanya. Namun aku merasa seperti ada tembok besar yang menghalangiku untuk melakukannya. Tembok yang tercipta oleh pemikiranku sendiri.

"Kenapa kau tidak memelukku seperti biasanya mas?".

Jiwaku di kejutkan oleh permintaan itu. Berat sekali mendengarnya. Tubuh ini pun ku paksa mendekat, ku peluk dia dengan perlahan. Berbeda sekali, rasa-rasanya aku seperti memeluk wanita yang tidak aku kenal hatinya. Bahuku terasa hangat oleh air mata itu. Kubelai rambutnya, berharap dia merasakan kekuatan rasaku yang hingga detik itu tidak meninggalkannya walau sesaat. Sinar membalas pelukkanku dengan pelukkan yang lebih erat. Air mataku kini datang. Aku menangis dalam senyumku.



Perlahan ku bisikkan "Hai cantik, apa kau bahagia?"

Sinar terdiam. Terus menangis. Aku seperti terseret ke dalam situasi yang selama ini tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Inilah kenyataan.

Perlahan kulepaskan pelukkan itu. Pilu rasanya. Ku kembangakan senyumku untuk Sinar, sekuat yang aku bisa. Senyum terakhir. Tanganku di genggamnya sangat erat, alam seolah mewakilinya untuk berkata "Jangan tinggalkan aku".

Lepas sudah genggaman itu. Sama seperti aku melepas semua alunan nada indah di hubunganku dengannya.

Ku langkahkan kakiku. Berat sekali. Sangat berat. Tapi aku harus melakukannya. Untuk jiwa ini, untuk Sinar, dan untuk kehidupan kami kedepannya.

"Suatu saat nanti, anak ini akan mengerti jika ibunya pernah bersama dengan laki-laki yang penuh kedamaian..Laki-laki yang selalu memiliki ruang kecil di hati ibunya ini..itu kamu mas..".

Ada senyum kecil dariku yang tercipta sesaat setelah ku dengar ucapan itu. Namun aku diam. Karena aku sudah tak sanggup melihat keindahan terbesar dan warna terindah yang mulai detik ini harus ku hapus secara perlahan. Walau aku tau, hingga ujung usiaku pun aku tak akan mampu melakukannya.

Sinar itu kini meredup. Sinar yang selama ini menjadi semangatku berjalan menapakki kehidupan.

Sinar itu kini bukan wanitaku lagi.


Rabu, 15 Agustus 2012

27 - 28



Diam.
Tersenyum karena beberapa bayangan itu.
Lalu seperti ada yang merasuk didalam.
Pilu. Sakit.

Sadar jika seharusnya tidak seperti ini.
Tapi jiwa ini terbatas.
Melewati sedetik saja waktu untuk tidak mengingat akan hal itu pun tidak daya.

Malam ini aku hidup. Ragaku, bukan jiwaku.
Beberapa bulan yang lalu ada petir yang merobek cerita ini.
Apa yang harus aku lakukan! Sang Penguasa pun saat itu sudah kumintai tolong namun hanya diam!!!

Keindahan itu memang membuatku menggila.
Waktu yang tak akan kembali pun seakan terbahak melihatku terpaku disini.
Diam!!!
Aku ingin berlari namun ada kenikmatan yang memaksaku untuk tidak bergerak.

Tidak. Ini bukan segalanya.
Birakan. Alam sedang tidak ramah dengan jiwaku.
Kebahagiaan harusnya menjadi sahabat terbaikku saat ini.

Hari dimana nafas pertamaku tercipta justru menyimpan selembar harapan akan ucapan.
Seperti sakau! Hanya ada dua hal yang bisa membuatku menenang.
Ucapanmu dan keinginanku untuk tetap berperang melawan perasaanku yang saat itu salah.

Dan pilihanku adalah.....yang kedua.

Selamat bertambah usia Petarung.



Selasa, 14 Agustus 2012

Masih Aja Susah Move On ?


Salam dulu ah biar terkesan sopan. "Selamat dini hari !" haha..
Enak ya yang udah pada tidur pules. Pengen sih, tapi hasrat buat nulisin ini semua udah terlanjur nyampe di ujung. Udah gak mau ditahan-tahan lagi. Dari pada nanti kumis saya semakin lebat, mending saya lakukan saja sekarang..hehe..

Ini bukan bicara tentang kumis atau rambut-rambut yang lain. Ini juga bukan bicara dimana kita bisa mendapatkan obat atau cara cepat memanjangkan kumis atau bulu-bulu di badan kita..iiissshh..Kok jadi merinding sendiri ngebayanginnya? Haha..

Jadi gini, gak tau kenapa nih ya, akhir-akhir ini saya sering banget dapet pertanyaan, atau sekedar baca uneg-uneg'nya seseorang kalo dia itu susah buat pergi secara total dari masa lalunya. Bahasa gawulnya itu MOVE ON. Iya, belum bisa move on.


Hayoooo..kamu juga termasuk susah move on ya? Ngaku aja deh ! Lha wong saya juga gitu kok, lebih baik mengaku dari pada mengaduh. Dini hari ngomongin mengaduh?? Halah kok jadi kemana-mana..ehehe..tapi itu dulu, bukan sekarang. Alhamdulillah sekarang saya sudah sembuh dari 'penyakit' itu semenjak saya pergi ke Warteg di ujung jalan. Sorry, saya bukan anak gawul yang terlalu mudah kebawa suasana dengan ikut-ikutan girang dengan nama klinik itu. Jadi saya lebih memilih Warteg sebagai solusinya :p

Menurut penelitian saya yang semoga tidak gagal, sebenernya penyebab susah move on itu sederhana, ada dua. Pertama, kita belum bisa ikhlas dan kedua, kita belum berani menciptakan moment move on untuk diri kita sendiri. Kebanyakan itu hanya menunggu atau mencari, bukan menciptakan.

Disitulah letak kesalahan dasarnya!

Mau ditunggu sampai kapan? Sampai mantan kita berjalan di depan kita sambil ngegendong anak dan di rangkul mesra pasangannya? Terus kita baru bisa move on gitu? Yakin kuat ngeliat itu semua? Gak nyesel misalkan secara gak sadar kita menyianyiakan seseorang yang istimewa dan ternyata ada dekat sekali dengan kita cuma karena kita belum bisa move on?

Mau dicari kemana? Ke kantor polisi terdekat?

Itu penyebabnya! Pertanyaannya adalah "Kenapa kok itu yang jadi penyebabnya?"

Naah..ini terjadi karena banyak faktor atau kebiasaan dari diri kita sendiri dalam menyikapi masa lalu itu.

Sadar gak kalo kadang kita lebih memilih menutup mata akan 'keindahan dunia' berupa lawan jenis kita yang bisa saja jauh lebih baik dari masa lalu kita? Sadar?

Sadar gak kalo kadang kita terlalu men-dewa-kan masa lalu kita? Sadar?

Sadar gak kalo kadang kita pasrah 'di kurung' sama perasaan kita sendiri? Sadar?

Sadar gak kalo kadang kita menjadikan masa lalu itu sebagai barang antik yang terus-terusan di simpen atau di pajang? Sadar?

Sadar gak kalo gara-gara masa lalu itu kadang kita suka menutup diri dari sikap baik lawan jenis kita yang ada di depan? Sadar?

Sadar gak kalo yang namanya waktu itu sangat-sangat berharga dan gak akan bisa kembali? Sadar?

Sadar gak kalo kadang kita itu terlalu dibutakan sama ucapan "Kalo jodoh pasti gak kemana" ? Jodoh itu diusahakan, bukan ditunggu atau dibiarin kemana-mana. Sadar?

Sadar gak kalo kadang kita itu masih aja nyimpen foto mantan kita di HP atau di dompet? Emang sengaja biar gak lupa ya? Sadar?

Sadar gak kalo kadang kita itu terlalu suka mengenang? Lagu dikenang, film dikenang, jalanan dikenang. Tuh kan, jadi kayak lagu lawas kan? hahaha.. Sadar?

Sadar gak kalo kadang kita itu terlalu memanjakan perasaan kita sendiri? Sedih kok betah? Sadar?

Sadar gak kalo diluar sana itu banyak banget kegiatan atau hal-hal seru yang lebih bermanfaat dari pada bersedih? Sadar?

Coba disadari, tarik nafas, terus coba ditanyain ke hatinya deh. Masih banyak hal lain yang tanpa kita sadari membuat kita susah move on atau enggan move on. Selebihnya silahkan dicari sendiri.

Pertanyaan selanjutnya adalah "Buat apa itu semua kita lakukan??"

Bilangnya mau move on dan ngerasa udah gak sanggup kalo terus-terus kayak gitu, tapi kok gak berani melepas itu semua dan bilang "Semuanya cukup !!!" ? Kenapa gak berani? Belum siap? Situ mau ngelahirin apa mau sunat? Kok pake persiapan segala? Hahaha..

Seperti apa yang udah saya bilang di awal. Jangan nunggu atau mencari, tapi ciptain!

Kapan kita bisa nyiptain moment move on? Kapan aja kita mau, kita pasti bisa kok! Detik ini pun bisa. Asal kita mau TOTAL dan PERCAYA sama diri kita sendiri kalo kita PASTI BISA keluar dari kondisi yang MEMPERIHATINKAN kayak gini.

Kenapa saya bilang memprihatinkan? Karena orang yang terus-terusan sedih karena masa lalunya itu terlihat seperti budak. Lebih tepatnya diperbudak sama perasaan dan pikiran dia sendiri. Kan seharusnya kita yang pegang kendali atas hidup kita, bukan keadaan yang mengendalikan kita. Rugi sekali.

Udah lumayan paham ya?

Untuk langkah awal, saya sarankan buat menghapus nomer telepon atau apapun yang bisa menghubungkan kita dengan masa lalu kita. Kejam? Oh jelas enggak, itu semua kita lakuin buat diri kita dan dia juga kok. Justru kita bisa dikatakan kejam ke diri kita sendiri kalo kita terus-terusan ada di keadaan kayak gini. Belum move on.

Maksud dari perbuatan itu apa ?

Pertama, kita gak akan bisa lupa dan keluar dari keadaan ini kalo kita masih aja pengen tau kabar dan info terbaru dari masa lalu kita. Buat apa? Iya kalo kabar itu kabar baik? Kalo kabar buruk? Misal gini, masa lalu kita udah punya pacar duluan, gimana hayo? Yang ada malah semakin kacau kan? Jadi lebih baik benar-benar gak tau aja.

Kedua, gak berhubungan lagi atau berkomunikasi lagi itu bukan berarti membenci kok. Kita cuma memberi waktu untuk perasaan kita sendiri dan perasaan masa lalu kita (mungkin) agar semuanya itu benar-benar SIAP. Saling introspeksi diri itu baik lho. Kalo semuanya udah siap, mau berkomunikasi seperti apapun juga gak akan ada perasaan yang menggangu.

Percaya deh, nanti juga ada waktunya sendiri kok, dimana kita itu berada disuatu keadaan yang gak pernah kita perkirakan sebelumnya. Nah, keadaan itulah yang membuat kita kembali berkomunikasi dengan masa lalu kita. Konek lagi. Tentunya tanpa perasaan yang kita rasakan sebelum kita berhasil move on dulu. Jadi saat itu semua berjalan nyaman-nyaman aja. Bisa ngebayangin kan?

Oke cukup. Semua sekarang kembali ke diri kita. Mau terus sedih atau move on? Mau keliatan seperti budak atau seorang pemenang? Ayok ciptain moment move on mu sekarang! Iya sekarang! Jangan ragu buat ngelakuin itu semua, itu semua juga buat kamu kok, buat hari-hari indahmu kedepannya, buat kedamaian pikiranmu, buat tiap prestasi yang sebenarnya bisa kamu dapet tanpa perasaan sedih itu!

Jangan mau dirugikan sama perasaan kita sendiri! Kalo di dunia ini ada satu orang aja yang berhasil move on, berarti kamu juga sangat-sangat bisa! Jangan bilang "Gak bisa".



Semoga berhasil dan cepat sembuh ya wahai para pasien. Kalo belum berhasil juga, silahkan ajak saya ke Warteg terdekat. Wahahaa..

Minggu, 12 Agustus 2012

Kamar Ini Adalah Gudang Senjata Bagi Dunia

Dini hari. Disaat sebagian orang sedang menikmati istirahatnya, termasuk teman saya yang saat itu sudah terlelap. Lelah rasanya setelah seharian menempuh perjalan hingga sampai di kota ini. Yogyakarta.

Ingin tidur, tetapi tidak bisa. Ternyata otak ini masih terus bekerja. Lamunan saya melompat kesana-kemari dengan riang. Tidak, memang sengaja tidak saya larang. Saya bebaskan saja, toh nanti jika dia sudah lelah dia akan beristirahat dengan sendirinya.

Melihat kesekeliling kamar ini, hijau warna cat temboknya, namun sudah terlihat agak kusam. Beberapa poster acara seni dan budaya berhasil menutup tembok yang sudah rusak atau retak. Lantai serta kaca pun sudah sangat berdebu. Seorang teman sempat bertanya kepada saya dengan logat daerah asalnya "Wah..prihatin sekali kamar kau? Kecil sekali?". Saya hanya membalasnya dengan senyuman.

Mama sempat berulang kali menanyakan akan kenyamanan tempat tinggal saya itu. Saya tidak protes dan tidak punya fikiran untuk pindah ke tempat yang lebih nyaman. Pertanyaan itu selalu saya jawab "Nyaman kok Ma..Alhamdulillah..".

Entah mengapa, saya hanya punya keyakinan jika dari tempat seperti inilah saya benar-benar bisa merasakan 'perang' sekaligus 'kemenangan mutlak' pada akhirnya nanti. Bagi seorang anak (pejuang) laki-laki.

Andai saja kamar saya saat ini besar, bersih, dan dipenuhi berbagai macam fasilitas, mungkin saya tidak akan memiliki fikiran hingga ke arah sana. Mungkin saya sudah tidur dan memilih untuk bangun siang. Hambar dan tanpa tantangan sekali. Bukan hidup.

Beberapa waktu yang lalu raga ini sedang terlelap, hanya jiwa yang berpijak namun tidak tetap. Saat ini, raga ini sudah terbangun, jiwa pun sudah kembali bersamanya. Tuhan sudah mempersiapkan semua senjata itu di depan. Saatnya berperang, menghancurkan semuanya tanpa sisa dan kembali membangun istana impian dengan perlahan tapi pasti.


Selasa, 07 Agustus 2012

Hujan, Cerita, Dan Aku

Tetesan air yang memiliki banyak arti untuk sebagian manusia dan sebagian manusia lainnya. Anugrah bagi mereka sekaligus cobaan bagi mereka.

Hujan.

Semasa kecil, peristiwa alam ini seakan tampak layaknya hantu. Selalu menciptakan rasa takut di sanubari. Entah mengapa, mungkin saja karena tubuh ini memang tidak bersahabat dengan dingin.

"Pakai jaket terus selimutan dikamar.."

Terngiang pesan itu. Seakan membuatku semakin kecil saja. Tapi tetap aku turuti.

Namun sekarang, saat ini, semua itu telah berubah menjadi satu hal manis. Peristiwa kelabu itu kini menjadi terasa berwarna. Warna apa saja, sesuai dengan yang ku inginkan.

Karena hujan selalu menorehkan cerita di atas ceritaku. Seperti halnya malam itu, kita hanya duduk di depan toko sepeda yang sudah tutup. Kaki kita pun basah karena percikannya. Tapi kita tidak memiliki niat sedikitpun untuk pergi dan mencari tempat yang lebih nyaman. Biarkan saja seperti ini, toh cerita itu pun tak akan berubah.

Dimensi dimana ku merasa teramat nyaman untuk menceritakan setengah kepahitan hidupku.

Aku tidak malu, aku tidak ragu!

Karena aku tau kaulah orang yang tepat untuk mendengar dan sedikit saja tersenyum untukku. Terimakasih untuk detak-detak yang didalamnya tersimpan beribu nada yang mungkin sangat sulit untuk diungkapkan ketika suasana tidak seperti itu. Tidak seperti malam itu. Hujan.

Aku bukan sepenuhnya mengenangmu atau merindumu. Tapi moment itu, moment yang selalu mengingatkanku akan perubahan. Kelabu menjadi berwarna. Takut menjadi sangat nyaman. Ada apa?



Hujan. Terimakasih.

Jumat, 27 Juli 2012

LAYANG-LAYANG (ku)



Hari itu indah. Indah sekali. Karena aku memiliki layang-layang.
Merah warnanya. Sama seperti warna kesukaanku.
Tak sabar ingin segera kuterbangkan layang-layangku.

Saat itu alam ramah sekali. Layang-layangku bisa dengan mudahnya terbang tinggi.
Aku tersenyum bahagia melihatnya. Meliuk ke kanan. Meliuk ke kiri. Terkadang seperti terjatuh. Namun layang-layangku selalu bisa meninggi lagi.

Tuhan, mengapa awan kini perlahan merubah wujudnya?
Putih menjadi hitam. Ada apa ini?
Petir pun tidak ingin kehilangan perannya. Sesekali dia membuatku terkejut dan hampir melepas layang-layangku.
Tetapi aku kuat dan tetap memegangnya.

Hingga akhirnya badai itu datang.

Badai yang sangat keji. Layang-layangku terombang-ambing. Aku mencoba menahannya sekuat yang aku bisa.
Tak sadar, tetesan darah itu terasa hangat. Ternyata darah itu keluar dari tanganku. Saking kuatnya aku menahan layang-layangku.

Baiklah. Aku lepas.

Karena layang-layangku sudah tidak bisa lagi kukendalikan. Karena tanganku sudah tidak kuat lagi menahannya.
Seluruh tubuh ini basah. Dingin. Hanya darah itu yang terasa hangat.
Kulihat layang-layangku terbang perlahan meninggalkanku. Terus kulihat hingga layang-layangku tidak terlihat.

Selamat jalan layang-layangku. Maafkan aku karena memilih untuk tidak memegangmu dan menahanmu lebih lama lagi. Aku tidak sanggup. Sungguh.
Semoga layang-layangku terjatuh ditempat yang tepat. Hingga ada seseorang yang menemukanmu dan kembali menerbangkanmu dalam keadaan yang lebih baik.



-----------------------------------------------------------------------

Siang itu. Di salah satu tempat yang indah untuk sekedar mengabadikan gambar. Entah mengapa saya ingin sekali berhenti sejenak disana. Berulang kali melewati jalan itu, namun siang itulah yang memilih saya untuk beberapa saat melihat hamparan bukit yang hijau dan merasakan ramahnya udara disana.

Ternyata sang siang memiliki maksud dibalik itu semua. Saat itu pun saya melihat sosok wanita yang sudah sangat tidak asing bagi saya.

"Itu si Layang-Layang?" , tanya saya kepada seorang sahabat yang saat itu ada bersama saya.

"Bukan, kamu salah lihat" Jawabnya.

Tapi keyakinan ini lebih besar dari ketegasan jawaban yang diberikan. Otak ini pun penasaran.

Keputusan yang keluar adalah mencari tau. Toh memang arah perjalanan saya juga sama seperti mereka. Tapi kemana motor itu? Cepat sekali menghilangnya?

Tergesa dan tergesa. Akhirnya tubuh itu terlihat lagi.

Semakin dekat.

Saya benar, itu dia. Dia bersama pria lain siang itu.

Senyum ini mengembang, karena firasat saya sejauh ini tidak berbohong sedikitpun. Itu pria yang selalu saya bayangkan dan dia sekarang ada di depan mata saya. Sedang bersama si Layang-Layang.

Entah apa yang ada dikepala mereka saat itu, mereka terkesan ketakutan sekali. Layang-Layang terlihat menangis histeris, sementara pria itu menarik gas motornya semakin kencang.

Selang beberapa saat, motor saya sudah sejajar dengan motor mereka. Ada yang mau saya tanyakan dan ucapkan. Tolong berhenti, jangan terus berjalan, berbahaya bagi kalian. Motor kalian kencang sekali.

"Mas, bisa berhenti sebentar?", tawaran saya untuk pria itu.

Dia nampak gugup sekali dan sempat beberapa kali melempar alasan kepada saya.

"Saya cuma mau ngobrol sebentar kok, cuma sebentar" , tawaran saya yang kedua.

Sebelum tawaran berikutnya keluar, sahabat saya sudah mengambil kunci motor mereka dan mereka berhenti. Saya sangat kecewa dengan tindakan itu, tidak seharusnya sahabat saya memakai cara-cara kurang sopan seperti itu. Dia meminta maaf kepada saya. Saya maafkan, yang terpenting mereka tidak kenapa-kenapa.

Layang-Layang terus menangis. Kenapa? Kenapa dia hingga histeris seperti itu? Ada apa?

Saya berkenalan dengan pria itu. Hanya ingin memastikan apa bayangan saya selama ini benar-benar baik kepada saya.

Benar! Benar sekali! Pria ini ternyata adalah pria yang selama ini saya kira. Terimakasih firasat.

"Saya bukan pacarnya mas, saya cuma temannya saja", itu ucapan pria itu. Yang saya tau, saat itu saya belum berniat untuk menanyakan hal itu. Tapi pria itu bicara dengan sendirinya. Ketakutan pria itu terasa sekali. Seakan-akan seperti hendak saya pukul saja. Tidak, saya tidak akan melakukan hal bodoh itu. Layang-Layang ini sudah saya lepas semenjak saat itu. Niat saya saat ini hanya memberikannya ucapan selamat. Itu saja.

"Mas, saya minta ijin untuk ngucapin selamat kepada wanitamu" , pinta saya.

"Kita tidak pacaran mas", balas pria itu.

"Kenapa tidak pacaran saja?", saran saya untuk mereka.

Pria itu kebingungan. Ya, saya sangat merasakan perasaan dia saat itu. Ketakutan dan kebingungan.

"Hai Layang-Layang, dia ini pengganti saya? Selamat ya.." , itu ucapan saya. Dan memang cuma itu yang ingin saya lakukan. Tidak ada sedikitpun niat untuk menyakiti.

Layang-Layang terus menangis, tidak paham sekali, mengapa dia seperti itu.

Saya ucapkan lagi kata-kata saya tadi hingga berulang-ulang. Tetap tidak ada jawaban. Hanya air matanya yang terus bernyawa. Tubuhnya mati.

Tiba-tiba Layang-Layang berteriak dan marah sekali. Ternyata si pria mencoba menenangkan dia dengan cara menyentuh tubuhnya. Layang-Layang mungkin tidak suka disentuh oleh pria itu. Mungkin. Atau dia seperti itu hanya karena ada saya didepannya? Entahlah.

Sikap Layang-Layang sangat berubah, kaget sekali melihat itu semua. Dia menjadi wanita yang kasar dan sepertinya kehilangan kendali. Ada apa?

Sudahlah, itu bukan urusan saya. Yang bisa saya lakukan saat itu hanyalah diam dan melihat.

Si pria itu meminta ijin untuk melanjutkan perjalanannya.

"Silahkan, maaf ya mas mengganggu perjalanannya..hati-hati dijalan", itu ucapan saya untuk melepas mereka.

Motor mereka pun melaju dengan kencang sekali. Khawatir sekali melihatnya. Semoga mereka selamat sampai tujuan.

Perjalanan saya dan sahabat pun ikut berlanjut, karena hari itu saya memang dalam perjalanan menuju Jogja.

"Sabar ya..", ketenangan yang coba diberikan sahabat untuk saya.

Saya hanya diam, kali ini diam dan berfikir. Ada apa sebenarnya? Kenapa jadi sampai seperti ini sikap Layang-Layang? Lalu tiba-tiba fikiran saya ditampar oleh ucapan yang keluar dari hati. Keras sekali tamparan itu!

"Ada gunanya memikirkan hal ini lagi?? Untuk apa?? Waktu dan fikiranmu terlalu berharga jika dicurahkan untuk seseorang yang telah banyak berbohong kepadamu!!! Hei tolol!!! Buang jauh-jauh fikiran ini!!! Buang Cepat!!! Bangunlah!!!!!!!!!", itulah ucapan hati saya yang sudah pasti lebih sehat dari pada fikiran saya.

Nafas ini tertarik sangat dalam, lalu berhembus. Rasanya lebih ringan sekarang.

Mari kita lanjutkan perjalanan dan fokus kepada jalan yang akan kita lewati sahabat.

Belum puas merasakan nafas yang mengalun begitu tenang, tangan ini dengan sepontan menggenggam erat kedua handle rem. Saya berhenti.

Layang-Layang dan pria itu JATUH DARI MOTOR!

"Bangsat! Goblok bnget jadi cowok! Naik motor aja gak bener!", kata-kata ini terdengar jelas didalam hati saya. Memang hanya di dalam hati. Karena saya sadar jika saya tidak punya hak untuk berucap seperti itu. Tidak punya hak, bukan takut.

Seketika saya langsung turun dari motor dan menghampiri Layang-layang yang sedang memegangi kakinya. Dia kesakitan. Setan datang dan saya menjabat tangannya.

"Kok bisa jatuh gimana mas!!!!" , Emosi ini sudah tidak bisa saya simpan. Hampir saja tangan ini bergerak, namun lagi-lagi kesadaran lebih hebat dari amarah. Energi ditangan hanya berhenti sampai di genggaman, bukan berhenti di muka pria itu.

"Saya kepeleset mas", itu ucap dia.

Saat itu pula penilaian saya terhadap laki-laki ini berubah. Pria ini berubah menjadi cowok. Ya, dia hanya seorang cowok, tidak lebih. Mengapa? Karena dia tidak bisa melindungi wanita yang sedang dia bawa. Kemana tanggung jawabmu sebagai laki-laki!!!

Kenapa bisa sampai jatuh? Terburu-buru atau masih merasa takut? Melamun? Tidak bisa bawa motor? Atau apa???

Bukannya cowok ini mengaku anak vespa? Teman-teman vespa-mu pasti malu memiliki teman se-tempe seperti-mu. Tidak usah menyangkal, mata dan cara bicaramu pun tidak bisa menyembunyikan rasa takut itu. Benar, cowok ini masih merasakan takut. Bagaimana wanitamu bisa tenang jika menenangkan jiwamu saja kamu tidak sanggup?

Mohon maaf atas penilaian ini. Silahkan salahkan atau mengumpat saya, bebas. Tetapi satu hal, saya rasa se-isi dunia-pun akan menganggukkan kepalanya jika saat itu berada ditempat itu.

Perhatian saya berubah.

"Kamu tidak apa-apa?" , tanya saya kepada Layang-Layang.

Lagi-lagi dia hanya menangis.

"Mau dibawa ke rumah sakit?" , tawaran saya.

Tidak ada jawaban.

Lalau si cowok itu mencoba membangunkan Layang-Layang, lagi-lagi Layang-Layang berteriak histeris dan bilang jika dia tidak mau disentuh. Tingkahnya seperti orang yang kerasukan.

Saat itu saya merasa menjadi orang paling bodoh yang sedang menyaksikan pentas drama dengan naskah yang berjudul PUTRI GALAK VERSUS SI TOLOL.

"Hai Layang-Layang, kamu gak boleh kasar seperti itu sama temanmu", saya mencoba menyadarkan Layang-Layang dan meredam suasana diantara mereka.

"Yaudah mas, saya duluan ya" , cowok itu berucap.

"Iya, hati-hati ya mas..", balas saya.

Mereka pun kembali jalan. Semoga tidak parah lukanya. Sekarang saya mengerti mengapa si Layang-Layang bisa dengan mudahnya membentak dan bersikap kasar ke cowok itu. Lagi-lagi karena dia hanya seorang cowok, bukan pria.

Beberapa menit kemudian, saya melihat motor mereka lagi. Motor itu berjalan sangat pelan.

"Ada apa mas? Perlu bantuan?" , tanya saya.

"Tidak usah mas.."

"Oh iya mas, jangan mudah menyentuh dia kecuali jika dia sudah menjadi istrimu kelak". Ini pesan terakhir saya kepada cowok itu.

"Iya mas.."

Lalu saya memutuskan untuk berlalu dari mereka.

Terimakasih Tuhan. Terimakasih untuk jawabanMU dihari ini. Semuanya terjawab dengan sangat jelas. Yang selama ini hanya ada dibayang-bayang, yang selama ini saya sebut fikiran negatif, ternyata adalah kenyataan. Awalnya ini adalah salah satu hal terpahit yang pernah hadir dan betah berada dihati. Tetapi siang itu, hari itu, semua terasa sangat manis. Tuhan tau jika saya tetap bersama Layang-Layang, mungkin saya tidak akan bisa sebahagia hari ini dan hari kedepannya. Sekali menjadi pembohong, maka ia akan tetap seperti itu. Ini berlaku bagi siapapun. Semoga kalian bahagia :)

Selasa, 12 Juni 2012

Selamat Bertambah Usia Mama


Besok, tanggal 13 Juni.
Wanita yang paling berarti, orang tua, teman, inspirasi, dan energi untuk meraih apapun.
Aku sayang mama, sangat-sangat sayang.
Semoga tetap menjadi muslimah yang taat ibadahnya, menjadi mama yang sangat bisa dibanggakan dan dijadikan contoh anak-anaknya, menjadi sumber inspirasiku untuk dunia akhirat, dan menjadi energiku disaat berdiri saja terasa sulit.
Kebahagiaanmu adalah harga mati untukku. InsyaAlloh.
Selamat bertambah usia ma..kita semua menyayangimu.

Minggu, 25 Maret 2012

Pilihan

Musik. Bagi saya itu pilihan hidup.

Banyak bidang yang saya suka, tapi hanya musik yang bisa bikin saya lapar terus-menerus untuk mempelajarinya. Tahun ini saya memiliki keinginan untuk melanjutkan kuliah, dan jurusan musik yang saya pilih. Seni itu keindahan dan musik adalah bagian terbesar didalamnya. Saya percaya itu.



Pilihan saya jatuh kepada salah satu Institute di Yogyakarta, begitu tau biografi, cerita, dan keadaannya secara langsung, saya dibuat jatuh cinta oleh semua isi'nya. Indah memang, tapi tak se'indah dukungan yang diberikan oleh keluarga.

Di awal saya memilih bidang ini, hampir semua keluarga menentang. "Mau jadi apa kamu ngambil jurusan musik?". Itu tanya mereka.

Saya hanya diam. Berbagai saran diberikan, yang disuruh milih bidang ini'lah, itu'lah. Kesel juga sih, tapi saya mencoba untuk melihat segi positifnya. Mereka mungkin seperti itu karena mereka tidak mau saya salah melangkah. Kedua, mereka seperti itu karena mereka belum tau banyak tentang isi dari bidang yang mau saya seriusin ini.

"Kalo ngambil musik, paling ujung-ujungnya jadi anak band !"

Itu kata-kata yang akhir-akhir ini akrab sekali ditelinga saya. Konteks anak band disini adalah, anak band yang manggung dari panggung satu ke panggung yang lain, dengan bayaran yang tidak bisa buat beli rokok (Artikan : tidak bisa untuk biaya hidup).

SALAH !

Buat apa saya kuliah bertahun-tahun jika hanya ingin menjadi anak band yang seperti itu? Maaf, saya tidak bermaksud menjelekkan konotasi dari anak band itu sendiri, yang saya maksud disini adalah, anak band yang keluarga saya maksud atau tau.

Semua harus ada ilmunya, setuju ya?

Alangkah indahnya jika kita bisa lebih mengenal bidang yang memang sudah sangat kita cintai, lalu dari situ kita bisa hidup dan memberikan manfaat untuk orang lain. Musik.

Kenapa disini saya sebut hidup?

Pernah denger nama-nama seperti Franz Joseph Haydn, Wolfgang Amadeus Mozart, Ludwig Van Beethoven, George Frederick Handel, Sergei Rachmaninov, Peter llyich Tchaikovsky, Gustav Mahler, Giuseppe Verdi? Mereka komposer-komposer jagoan yang berhasil jadi sejarah di dunia musik. Apakah mereka hidup dari ber-Musik? Tentu saja, mereka hidup sejahtera.

Jika di Indonesia mungkin kita semua sudah tidak asing lagi dengan nama-nama seperti Addie MS, Purwacaraka, Erwin Gutawa, Yovie Widianto atau yang lebih lawasnya ada Gesang Martohartono. Semua hebat. Mereka sangat cemerlang!

Siapa yang tidak mau menjadi sejarah?
Siapa yang tidak mau hidup?
Siapa yang tidak mau bermanfaat untuk banyak orang?
Siapa yang tidak mau dikenang karena hal positif?

Itulah beberapa alasan mengapa saya percaya dan memilih musik menjadi pilihan hidup. Terlepas dari itu semua, saya hanya ingin membahagiakan mama dan orang-orang yang saya sayangi. Sampai saat anggota tubuh saya sudah tidak berfungsi lagi.

Kamis, 22 Maret 2012

Jangan Kenakan Seragam Temanmu

"Jadilah diri sendiri.."

Saya yakin sekali, mata dan telinga kita sudah tidak asing dengan kata-kata itu. Menjadi seperti kata-kata itu tidaklah semudah kita menghujat para banci dan tak semudah ketika saya berniat untuk menuliskan semua ini. Sangat-sangat tidak mudah.

Banyak hal yang bisa menjadi tembok besar antara kita dan menjadi diri sendiri. Salah satunya adalah, selalu ingin menjadi seperti orang lain. Setuju? Gak usah ngotot Bung!

Contoh sederhana, kita melihat teman kita punya sepeda motor keluaran terbaru, lalu kita melihat sepeda motor milik kita sendiri yang ternyata sudah jauh tertinggal dari segi mesin dan modelnya, kemudian kita jadi iri dan ingin memiliki motor seperti yang teman kita miliki.

KENAPA?

Takut dikira ketinggalan jaman? Takut tidak up-to-date? Atau takut pacar kita kecewa karena kita tidak bisa seperti itu?

ANDA SALAH BESAR BUNG!

Justru berbagai siksaan pikiran dan batin akan kita rasakan kalo terus-terusan mempertahankan kebiasaan ini. Biarkan orang lain seperti itu, dan biarkan kita tetap menjadi apa yang kita mau dan menikmati apa yang sudah ada.

Dulu saya bisa dibilang korban jati diri. Memalukan memang. Teman saya bisa bermain gitar akustik, saya ingin bisa seperti itu. Teman saya bisa bermain bass, saya pun ingin bisa. Teman saya bisa maen drum, saya ingin bisa. Teman saya bisa nyanyi, saya tetap ingin bisa. Begitu saja terus sampe mampus.

Memang ada sisi positifnya. Yaitu, kita jadi punya motivasi untuk mempelajari banyak hal. Tapi selebihnya? Puas? Bohong sekali jika kita merasa puas. Yang saya rasakan selama saya menjalani pemikiran seperti ini adalah, saya kehilangan identitas.

Saya seperti tidak mengerti harus bagaimana dan apa yang sebaiknya saya pilih. Kenapa? Karena apa-apa saya ikuti. Dari situlah saya mendapatkan pelajaran yang hingga sekarang saya ingat betul. Belajar merubah kebiasaan meniru dan membanding-bandingkan itu memang tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa kan?

Satu hal, mempelajari karena ingin memiliki kemampuan dengan mempelajari karena ingin bisa seperti orang lain adalah hal yang sangat berbeda. Semoga bisa membedakan.

Kenapa seorang Dokter spesialis memiliki bayaran yang lebih mahal daripada Dokter umum? Karena dia spesial dibidangnya!

Sebagus-bagusnya seragam teman kalian, kalian tetap akan terlihat lebih tampan jika memakai kaos oblong milik kalian sendiri. Yakin deh!

Saya memang bukan Mario Teguh. Saya juga tidak botak. Saya juga tidak dibayar untuk menuliskan semua ini. Terus kenapa saya menulis ini semua? Saya hanya ingin menutup jalan yang pernah saya lalui dengan tulisan ini. Jalan yang diujungnya adalah sikap latah. Jalan yang tidak punya identitas. Jalan yang dipinggirnya bertaburan topeng-topeng.

Mari belajar menciptakan dan menikmati "Wajah" kita sendiri.

Injak topeng itu. Jatuhkan pilihan lalu tekuni dan nikmati. Jangan mau terlahir sebagai RunnerUp. Jangan takut disebut berbeda. Dunia juga butuh warna. Jadilah seseorang yang SPESIAL!


Selasa, 20 Maret 2012

Laki-Laki #1

Di awal lulus sekolah, saya sempat memiliki yang namanya kampus idaman. Dulu, saya bisa dibilang jadi murid yang paling tertib kalo urusan 'Berulah' dan dipanggil ke ruang guru. Hampir setiap minggu saya masuk ruangan itu, entah mengapa, guru-guru saya sepertinya hobi sekali bertemu dengan saya..hahaha..

Tapi semenjak saya mengetahui kampus itu, perlahan saya mulai merubah pemikiran saya. Sedikit-demi-sedikit. Yang sebelumnya geli memegang buku, berubah menjadi mulai membaca-baca buku, yang tadinya lebih milih ngeband, berubah menjadi mulai belajar (Walau gak se-rajin teman-teman saya yang lain). Alhasil, impian saya untuk masuk ke kampus itu semakin terlihat jelas. Kampus idaman!

Kelulusan pun tiba, saya langsung pergi ke Jakarta untuk mengikuti tes masuk kampus itu. Alhamdulillah..saya lulus! Senang sekali! Keluarga pun tak kalah bahagianya! Siapa sih yang tidak bangga jika anaknya menjadi Arsitek?

Disaat kesenangan itu sedang benar-benar saya rasakan, musibah itu datang dengan sangat cepat. Tidak butuh waktu lama, saya harus menelan mentah-mentah kenyataan pait yang harus saya terima saat itu juga. Orang tua saya ditipu dan uang buat biaya kuliah saya pun ludes begitu saja.

Masuklah saya ke zona yang orang biasa sebut 'Frustasi'.

Hampir 4 bulan saya berada di zona ini. Kalo saat ini saya membayangkan, waktu itu saya tidak berbeda jauh dengan orang yang sudah tidak tau harus bagaimana menyikapi masa depannya. Miris memang.

Malam itu, Papa naik ke kamar saya. Seperti biasa, saya selalu tidak bersemangat jika diajak ngobrol. Saya lebih nyaman diam menyendiri di kamar dan mendengarkan musik seharian. Seperti itu terus.

Papa senyum, Papa mengajak saya untuk turun ke ruang tamu dan ngopi bersama.

"Iya Pa..turun duluan aja, nanti  Wicak nyusul".

Awalnya saya hanya diam saja, saat itu saya benar-benar lupa akan nikmatnya secangkir kopi itu seperti apa. Hambar.

"Le..sekarang coba kamu fikirin sedikit-sedikit, mau jadi apa kalo kamu terus-terusan kayak gini?"

Saya masih terdiam. Ucapan Papa belum bisa membuat otak saya berfikir.

"Sekarang kamu maunya gimana? Papa turutin Le, cuma kalo harus kuliah di kampus itu, biayanya belum ada, gimana?"

Saya tetap terdiam.

"Kamu itu anak laki-lakinya Papa lho Le, kalo kamu dari sekarang gak berfikir kedepan, gimana tanggung jawabmu sama keluargamu nanti? Jangan mau kalah sama musibah itu, namanya orang hidup pasti selalu dihadapkan sama yang namanya permasalahan, kecil atau besar, tinggal bagaimana kamu menyikapinya. Inget Le, kamu laki-laki, kamu harus punya mental yang kuat, itu modal kamu hidup"

Tanpa saya sadari, air mata saya sudah mulai keluar, seperti ditampar oleh ucapan itu. Saya bangun, saya harus bangun!

Saya hisap rokok saya, saya tidak berani menatap wajah Papa. Saya tidak ingin ketauan menangis didepan Papa. Papa mendekat, duduk tepat disebelah saya dan memeluk saya dengan sangat hangat. Saya sudah tidak bisa menahannya lagi. Saya menangis seperti anak kecil malam itu.

"Kejar masa depanmu, gak usah ngeliat apa yang ada dibelakang, yang harus kamu kejar itu apa yang ada didepanmu yo Le".

"Iya Pa..aku inget semua ini, makasi Pa".

Semenjak malam itu saya sadar, memang tidak mudah menjadi seorang laki-laki. Itulah sebabnya mengapa Alloh memberikan energi dan bentuk fisik yang extra lebih kuat dari pada wanita. Mungkin.

Saat ini saya sudah memiliki kampus idaman lagi. Kampus baru. Kampus yang sudah berhasil menyita perhatian saya dari pertama saya datang kesana. My world!



Simple saja, saya cinta bidang ini, saya ingin hidup dibidang ini, dan saya ingin apa yang saya dapat nanti (Seberapapun besarnya) akan berguna bagi orang banyak. Itu aja.

Kamis, 23 Februari 2012

Sampai Sinar Itu Diciptakan

Pagi ini terasa sangat dingin, tidak berbeda dengan sikap saya.

Saya terlahir disini, sebagian usia saya pun, saya habiskan disini. Suatu daerah yang sepertinya begitu gelap dan tidak memiliki manusia-manusia yang bisa dicontoh.

Hanya sebagian. Sebagian kecil. Sangat kecil.

Sejak kecil saya sudah terbiasa melihat dan mendengar hal-hal kotor. Judi nampaknya sudah menjadi budaya disini. Miras dinyatakan sebagai tali pengikat pertemanan. Kebusukan orang lain dianggap bahan perbincangan yang menarik. Berbicara dengan bahasa kotor dan kurang pantas sudah menjadi hal yang sangat lumrah, bahkan anak bau kencur pun sudah pandai mengucapkannya. Mungkin karena mereka mencontoh perilaku para pendahulunya. Bodoh. Bodoh sekali.

Semasa kecil saya tidak begitu merasakan dampak lingkungan ini dikehidupan saya, saat itu yang saya tau hanyalah bermain dan menyenangkan diri sendiri. Jadi anak kecil memang menyenangkan. Tapi semua itu sudah berbeda sekarang, dampaknya sudah mulai terasa hingga ke relung hati. Hal ini yang memicu saya untuk berfikir.

Kebiasaan yang sudah mengakar ini harus bisa dilenyapkan, perlahan. Karena sudah begitu banyak kisah menyakitkan yang terdengar. Di masa muda dia jaya, bebas melakukan apapun yang dia mau. Waktu terus berlari. Ketika masa tua datang, dia tak lebih dari se'onggok daging kusam yang kehilangan arah, dicaci disana-sini dan akhirnya pergi dengan berteman penyakit atau hukuman lain dari Sang Pencipta.

Degradasi moral dan dekadensi kepribadian. Sampai kapan tempat ini melahirkan manusia-manusia seperti itu!!!

Setan berwujud manusia lebih tepatnya.

Jika tidak bisa suci, paling tidak jangan mengotori diri sendiri.

Rumah saya di Jl.Branjangan No.276. Jika ada yang tidak berkenan dengan tulisan saya ini, silahkan berkunjung ke rumah saya dan mari kita bicarakan. Tenang, saya punya stok kopi banyak.


Kamis, 16 Februari 2012

Rabu Siang Di Kota Tua Jakarta

Kemarin saya sempat berkunjung ke salah satu obyek wisata yang ada di Jakarta, namanya KOTA TUA. Mungkin saya tergolong salah satu pemuda yang paling telat dateng kesini. Atau jangan-jangan kalian juga belum pernah kesini? Hah? Seriusan? Telat banget hidup kita! wahaha..

Jika belum sempat kesini, nabung! Kalian wajib datengin tempat ini, dijamin tidak merugi. hehehe..
Apalagi buat kalian yang suka sama hal-hal yang ber-bau klasik, jadul atau Old School, kalian pasti betah di tempat seperti ini. Dari sekian banyak tempat wisata, Kota Tua saya pilih menjadi salah satu tempat wisata favorit saya selain Keraton Yogyakarta.

Disini kita seperti diajak untuk kembali ke beberapa puluh tahun yang lalu, ke jaman dimana saya dan kalian belum lahir. Mungkin masih menjadi angan bapak-ibu. ehe..

Banyak kesan yang bisa kita ambil ketika kita ada disini, antara lain kesan klasik, seru, perjuangan, romantis, sampe kesan serem.

Saya mau cerita dari awal hingga saya kembali ke rumah. Let's go!

                                         ---------------------------------------------------

Hari itu saya pergi bersama saudara, namanya Dika. Dika itu sosok pemuda super galau, tinggi, kapasitas 125cc, item, tapi asik. Berhubung rumah kita berjauhan, akhirnya kita memutuskan utnuk ketemuan di Stasiun Depok Baru.

Malapetaka pertama datang!

Si Dika bukannya dateng ke Stasiun Depok Baru, tapi dia justru ke Stasiun Pondok Cina. Saya bingung saya!!!

"Udah masuk aja mas..pesen tiket Commuter Line yang ke Jakarta Kota, nanti kita ketemu kok", Dia bilang seperti itu di telephone.

"Enteng bener ngomong gitu! Ganteng!"

Menujulah sayake loket tiket. Asli, seumur-umur saya belum pernah yang namanya pesen tiket kereta, jika sekedar mengantar sih sering. Celingak-celinguk, ngah-ngoh-ngah-ngoh. Nah! Itu dia loket Commuter Line jurusan Jakarta Kota!

Akhirnya saya berhasil dapet tiketnya! Sepela ya? Wahaha..



15 menit saya menunggu, akhirnya keretanya datang. Saya dikasih tau Dika jika gerbong depan sama gerbong paling belakang itu khusus penumpang cewek. Pasti suasana didalamnya persis seperti suasana kelas anak SMK jurusan kecantikan. 

Saya lihat satu-persatu gerbongnya, takut keliru masuk aja. Si Dika tadi pesen jika saya harus masuk gerbong ke 2. Dia janji akan mencari saya. Kebetulan saya sudah tidak percaya janji palsunya itu bocah dan saya juga bingung berlebih. Oke mathursuwun. Masuklah saya ke gerbong yang entah gerbong nomer berapa.

Gerbong paling depan dan paling belakang adalah gerbong khusus cewek, berarti gerbong selain itu adalah gerbong khusus cowok. Tapi kenapa di dalam gerbong yang saya naikin masih ada ceweknya? Wah, gak adil nih! Emansipasi kaum cowok dikemanain coba? Tau gitu saya masuk gerbong paling depan aja kan. tsaahh..

"Elu berdiri di deket pintu aja mas, nanti gue cari"   Dika merintah. Saya turutin.

Tidak paham maksudnya apa, biar saya gampang diketemukan atau biar saya nafsu untuk lompat jika tiba-tiba saya galau? Tapi sorry bung, saya bukan pemuda yang hobi dengan hal itu. Hahaha..

Gak punya cewek terus galau, gak punya duit terus galau. Apapula lay! Daripada kalian dikit-dikit galau, saya saranin mending naik ke pohon kelapa, jika sudah sampai di pucuk, lompat! Inget, kepala duluan.

Kereta berjalan . Tidak terasa sudah melewatin 3 stasiun, berarti tinggal tersisa 17 Stasiun lagi. Masih lama? Betul! Masih lama. SMS Dika dulu ahh.

Malapetaka kedua datang!

SMS Dika : Keretanya penuh banget mas, gue gak bisa gerak nih! Kita ketemu di Stasiun Jakarta Kota aja sekalian.

Saya terima! Mulai sekarang sampai 17 stasiun kedepan saya akan bengong sendirian. Oke-oke. Disaat seperti inilah kegunaan Mp3 sangat-sangat terasa! Saya mulai merasa nyaman dan pejalanan saat itupun terasa menyenangkan. Tapi kenyamanan saya tidak bertahan lama. Artinya sebentar.

Malapetaka ketiga datang!

Tidak tau mimpi apa saya semalam, saat itu juga saya ketemu sama dua orang cowok yang berprilaku aneh. Mereka bukan copet, copet gak bakal se-metroseksual itu. Wasyuuu!!! mereka MAHO!!! Mereka berdiri tepat disamping saya!!!

Gila, dua cowok ini mesra!!! Persis seperti ABG labil yang baru kenal pacaran. Siklusnya gini, Saling pandang-tersipu-rangkulan-tersipu-pegangan tangan-tersipu-pegang tangan saya-jelas saya gampar!

Takut! Saya memang phobia sama makhluk beginian. Saya mencoba untuk dikit demi sedikit menjauh dari mereka, tapi usaha saya tidak berakhir sukses, gerbong penuh penumpang. Tidak ada cara lain untuk menghindari mereka selain berdoa.

Saya tidak berharap mereka sadar atas kelakuan menyimpang mereka, itu hak mereka. Saya berharap mereka sadar sebentar saja jika saya tidak nyaman dekat-dekat dengan mereka! Itu aja.

Alhamdulillah, doa saya terkabul!!! Mereka hanya sebentar berada di gerbong ini. Di stasiun berikutnya mereka turun. Legaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, mungkin efek minyak wangi sebakul yang dipakai oleh dua orang cowok super gahar tadi. Sampai di Stasiun Jakarta Kota! Dika mana Dika???

Setelah kita berpisah sekian lama, akhirnya kita beretemu. Terimakasih banyak Tali Kasih!

Kita sudah tidak sabar ingin langsung ke TKP, tapi apesnya kita tidak paham jalannya kemana. Malu bertanya sesat dijalan? Salah! Yang benar itu tidak bisa membaca sesat dijalan. Kita tidak bertanya kok, tapi kita membaca peta yang ada di area stasiun. Ngeselin ya? Hahaha..

Sebelum kita ke Kota Tua, kita tertarik nyicipin bangunan yang lumayan (gak) muda. Nama bangunan itu Musium Bank Mandiri. Inilah Musium perbankan pertama di Indonesia. Musium ini juga gratis bagi nasabah Bank Mandiri. Yes, yang beginian ini yang nikmat. Begitu masuk ke dalem Musium, saya seperti menembus waktu ke Bank tempo doeloe.

Banyak barang-barang super jadul dan bersejarah yang bisa kita temuin di Musium ini. Ada koleksi buku besar, mesin hitung, koleksi uang koin, uang kertas kuno, surat-surat berharga, berbagai macam jenis dan bentuk Brankas, sampe sebuah Waroeng Kopi yang punya nuansa klasik, ada disini.

Buku Besar (Groetbook)


Perjalanan di kereta tadi sepertinya cukup membuat saya dan Dika lelah. Kita putuskan untuk duduk-duduk sejenak.



Di sekitar area Waroeng Kopi ada buku yang berukuran besar. Ini bukan buku besar yang sudah saya foto di atas, tapi ini buku biografinya Musium ini. Di lembar berikutnya saya menemukan tempat untuk menulis kesan dan pesan bagi para pengunjung Musium. Tapi saya rasa lebih banyak yang nyumbang tanda tangan daripada nulis kesan deh. Dasar Indonesia.

Ini dia Buku Biografi Musium, kesan dan pesan itu..



Istirahat cukup. Naluri saya sudah tidak sabar ingin cepat ngejajah Musium ini. Baru keluar dari area Waroeng Kopi, Dika sudah nemuin jalan turun. Yuk kita kesana. Ternyata jalan ini menuju lantai dasar atau bahasa lawasnya Begane Grond. Keliatanya area ini menjadi pusat kegiatan perbankan pada masa itu deh.

Di area ini kita bisa ketemu sama boneka-boneka seukuran manusia atau Manekin. Boneka ini di tata sedemikian rupa untuk mengajak kita mengetahui bagaimana proses dan suasana kerja di masa itu. Saya sempat mengambil foto salah satu Manekin yang lagi nunjuk ke arah lemari yang punya banyak laci. Saya rasa ini dulu lemari buat nyimpen uang-uang receh.



Bukan hanya lemari, di area ini juga tersimpan banyak Brankas. Jenis dan ukurannya bermacam-macam. Ada yang dari Jepang, ada juga yang dari Belanda. Mungkin saat itu Indonesia baru belajar memproduksi Gethuk, bukan Brankas.

Kesan Kokoh Kerasa Banget

Andai saya bisa membuka salah satu Brankas ini, saya pasti kaya-raya. Saya teraktir orang se-kelurahan untuk minum cendol!

Mulai Gila

Saya yakin, area ini dulu benar-benar ketat keamanannya. Bukan cuma Brankas saja yang punya kode rahasia, bahkan pintu yang menghubungkan ruangan satu ke ruangan yang lain juga ada kode rahasianya. Pintunya juga bukan sembarang pintu, tapi terbuat dari baja, modelnya juga berlapis, dan dilengkapi teralis besi. Persis penjara.

Inilah Bentuk Pintunya, Yang Berdiri Itu Bukan Manekin Atau Makhluk Astral, Itu Dika

Dari area ini, saya dan Dika berlanjut ke ruangan berikutnya. Masih di lantai dasar. Di area ini saya menemukan banyak Manekin, wallpaper situasi gedung ini tempo doeloe, dan barang-barang tua yang ada di masa itu. Mulai dari rel kereta, sepeda onthel, jam tugu, Manekin penjual Es Selendang Mayang, dan Manekin masyarakat kita yang lagi kerja paksa ngebangun gedung ini. Miris melihatnya.

Ini dia suasana area itu..




Setelah puas menikmati area ini, kita berlanjut ke atas. Disepanjang jalan saya melihat banyak potret seputar gedung ini dari masa ke masa. Semua tersusun rapi. Lorong-lorong gedung ini juga dihiasi lampu-lampu remang yang membuat suasana menjadi tenang. Tapi ada juga yang membuat suasana menjadi tegang. Manekin penjaga! Ada dua Manekin yang berpakaian persis tentara belanda dan memegang senapan laras panjang. Tembak gue kalo bisa!

Belum sempat berjalan ke atas, mata saya sudah di tarik oleh salah satu ruangan di dekat situ. Di ruangan ini kita bisa mengetahui bagaimana proses penyiksaan yang dilakukan para penjajah kepada masyarakat kita pada masa itu. Ada empat Manekin, yang satu berperan sebagai bos, yang dua sebagai masyarakat kita, dan yang satu lagi sebagai tentara londo. Disitu masyarakat kita dipaksa mikul peti yang isinya uang.

Ada Perasaan "Gak Terima" Di Hati saya

Cukup. Mari kita ke atas. Tadinya si Dika ngajak langsung keluar Musium, tapi saya masih penasaran dengan tangga yang ada tepat disamping pintu masuk Musium. Saya ajak Dika ke atas, dia setuju. Belum sampai di atas, saya sudah di buat terdiam oleh Mozaik yang terbuat dari kaca patri. Indah sekali!

Sesampainya di atas, saya mencari pejelasan tentang Mozaik itu. Ternyata Mozaik ini rancangan F.H Abbing Jr, dia itu anaknya pemimpin Belanda pada waktu itu. Mozaik ini menceritakan empat musim yang ada di Eropa. Ide yang cemerlang!




Tidak sempat lama di area atas, karena saya takut waktu kita tidak cukup. Yang saya lihat saat itu, area atas ini dijadikan ruang pertemuan para pejabat bank dan ada beberapa Manekin yang berarti tetep ada aktifitas perbankan disini. Entah itu apa.

Area Atas

Saya dan Dika merasa cukup. Mari kita tinggalkan Musium yang menarik ini dan kita menuju Kota Tua. Next time saya ingin kembali lagi ke sini, karena saya baru merasa cukup, bukan puas.

--------------------------------------------------


"Beli minum yuk mas, aus banget nih!"  Dika meronta kehausan. Saya juga.

Berjumpalah kita dengan pedagang Es Teh. Saya lupa nama Teh-nya apa, yang saya ingat rasanya, aneh! Teh kok rasanya sepet? Jangan bilang kalo ini Teh basi! Semoga bukan.

Dahaga sudah tersalurkan, Kota Tua sudah didepan mata. Disepanjang jalan menuju Kota Tua, kita akan melihat banyak sekali Bemo. Tau Bemo gak? Kalo Dono tau? Nah, mereka mirip.

Ini dia jalan menuju Kota Tua..




Nyampe deh di Kota Tua!

Begitu masuk Kota Tua, perasaan saya langsung sumringah. Abisnya nih tempat keren banget sih, menurut saya. Disini terdapat banyak lorong, tiap lorong juga memiliki nama yang berbeda. Salah satunya adalah Lorong Rupa. Lorong inilah yang saya dan Dika lewati.



Disepanjang lorong ini kita bisa melihat bagaimana bentuk dari bangunan-bangunan di masa rikiplik. Bangunannya keren-keren, seolah-olah mereka bilang "Harusnya kalian lahir lebih awal!". Saya jawab di dalam hati "Ogah! Nanti saya bisa ketemu sama londo-londo edian!".

Bukan hanya bangunannya yang keren, tapi barang-barang yang di jual termasuk penjualnya juga keren-keren. Kita bisa membeli barang asli buatan tangan mereka yang bernilai seni tinggi. Ada pernak-pernik, lukisan, tattoo, sketsa, siluet, dan masih banyak lagi. Tidak ketinggalan mobil dan motor antik yang terparkir rapi.

Dari awal saya melihat, saya langsung tertarik sekali dengan karya seni siluet!

Kebetulan saya beruntung karena saya bisa langsung bertemu dengan ahlinya! Beliau adalah Pak Cipto (Yang suka bikin siluet di PAS Mantab Trans|7). Pak Cipto biasa dipanggil "Opa" di daerah sini. Saya sempat ngobrol-ngobrol dan ternyata beliau sosok yang ramah dan kharismatik. Pantas jika beliau sangat disegani disini. Seniman Jempol!




Ini siluet-nya...




Hati puas! Namun perut berkata lain. Kita laper. Nah, itu ada tukang Ketoprak. Ayo di rampok! hahaa..

Ketoprak disini bukan tontonan, tapi nama makanan. Salah satu makanan yang selalu saya kangenin. Leker banget deh!

Selesai makan, kita berlanjut ke Balaikota Batavia. Saya dan Dika tidak masuk, karena gedung itu tutup. Untuk membayar rasa kecewa, kita nongkrong-nongkrong aja didepannya. Kebetulan ada event musik juga di area sini. Lumayanlah buat bersantai sejenak.

Nyantai tanpa kopi rasanya kurang enak. Entah mengapa, kopi tidak pernah absen dari hidup saya. Tiap hari pasti ngopi. Saya beli kopi, Dika pesen Es Teh, kali ini gak sepet. ehehee..

Menikmati kopi, merokok, dan melihat live band adalah acara penutup perjalanan saya hari ini. Mari kita pulang!

Sayadan Dika pergi ke stasiun Jakarta Kota lagi. Keretanya sudah nungguin kita. Mujur! Tidak perlu menunggu lama. Tapi tidak mujur ketika kita masuk ke dalam kereta itu. Gila, ini kereta apa kaleng sarden? Manusia pada berjubel begini. Bahasa eksotisnya umpel-umpelan koyok susur!

Dari Stasiun Jakarta Kota sampe Stasiun Depok Baru, kita sukses bergabung buat gontok-gontokan mempertahankan wilayah kekuasaan kita berdiri. Di kereta ini, mau cari apa aja ada. Mau cari bau ketek? Ada! Mau cari rambut yang gak dikeramasin tiga taun? Siap! Mau cari tipe orang tegas? Ada! Dia bisa tegas kalo kakinya ke injek! Mau cari orang yang penurut? Tersedia! Dia itu orang yang pasrah sama keadaan, di dalem kereta dia diem aja, di senggol diem, di dorong diem, asal jangan disuruh lompat aja sih. Itulah skelumit penderitaan saya dan Dika selama diperjalanan pulang.

Tapi semua itu menyenangkan, namanya juga Jakarta. Kalo sepi dan tenang itu bukan Jakarta namanya, tapi Pare! Gak tau Pare? Pare itu nama salah satu daerah dipinggiran kota Madiun. Daerahnya masih sepi, cocok buat pacaran, asal tahan nyamuk aja. ehehee..becanda!!!



Sometime, saya harus merasakan lagi apa yang sudah saya rasakan hari ini....

Cari Blog ??