Pages

Kamis, 23 Februari 2012

Sampai Sinar Itu Diciptakan

Pagi ini terasa sangat dingin, tidak berbeda dengan sikap saya.

Saya terlahir disini, sebagian usia saya pun, saya habiskan disini. Suatu daerah yang sepertinya begitu gelap dan tidak memiliki manusia-manusia yang bisa dicontoh.

Hanya sebagian. Sebagian kecil. Sangat kecil.

Sejak kecil saya sudah terbiasa melihat dan mendengar hal-hal kotor. Judi nampaknya sudah menjadi budaya disini. Miras dinyatakan sebagai tali pengikat pertemanan. Kebusukan orang lain dianggap bahan perbincangan yang menarik. Berbicara dengan bahasa kotor dan kurang pantas sudah menjadi hal yang sangat lumrah, bahkan anak bau kencur pun sudah pandai mengucapkannya. Mungkin karena mereka mencontoh perilaku para pendahulunya. Bodoh. Bodoh sekali.

Semasa kecil saya tidak begitu merasakan dampak lingkungan ini dikehidupan saya, saat itu yang saya tau hanyalah bermain dan menyenangkan diri sendiri. Jadi anak kecil memang menyenangkan. Tapi semua itu sudah berbeda sekarang, dampaknya sudah mulai terasa hingga ke relung hati. Hal ini yang memicu saya untuk berfikir.

Kebiasaan yang sudah mengakar ini harus bisa dilenyapkan, perlahan. Karena sudah begitu banyak kisah menyakitkan yang terdengar. Di masa muda dia jaya, bebas melakukan apapun yang dia mau. Waktu terus berlari. Ketika masa tua datang, dia tak lebih dari se'onggok daging kusam yang kehilangan arah, dicaci disana-sini dan akhirnya pergi dengan berteman penyakit atau hukuman lain dari Sang Pencipta.

Degradasi moral dan dekadensi kepribadian. Sampai kapan tempat ini melahirkan manusia-manusia seperti itu!!!

Setan berwujud manusia lebih tepatnya.

Jika tidak bisa suci, paling tidak jangan mengotori diri sendiri.

Rumah saya di Jl.Branjangan No.276. Jika ada yang tidak berkenan dengan tulisan saya ini, silahkan berkunjung ke rumah saya dan mari kita bicarakan. Tenang, saya punya stok kopi banyak.


Kamis, 16 Februari 2012

Rabu Siang Di Kota Tua Jakarta

Kemarin saya sempat berkunjung ke salah satu obyek wisata yang ada di Jakarta, namanya KOTA TUA. Mungkin saya tergolong salah satu pemuda yang paling telat dateng kesini. Atau jangan-jangan kalian juga belum pernah kesini? Hah? Seriusan? Telat banget hidup kita! wahaha..

Jika belum sempat kesini, nabung! Kalian wajib datengin tempat ini, dijamin tidak merugi. hehehe..
Apalagi buat kalian yang suka sama hal-hal yang ber-bau klasik, jadul atau Old School, kalian pasti betah di tempat seperti ini. Dari sekian banyak tempat wisata, Kota Tua saya pilih menjadi salah satu tempat wisata favorit saya selain Keraton Yogyakarta.

Disini kita seperti diajak untuk kembali ke beberapa puluh tahun yang lalu, ke jaman dimana saya dan kalian belum lahir. Mungkin masih menjadi angan bapak-ibu. ehe..

Banyak kesan yang bisa kita ambil ketika kita ada disini, antara lain kesan klasik, seru, perjuangan, romantis, sampe kesan serem.

Saya mau cerita dari awal hingga saya kembali ke rumah. Let's go!

                                         ---------------------------------------------------

Hari itu saya pergi bersama saudara, namanya Dika. Dika itu sosok pemuda super galau, tinggi, kapasitas 125cc, item, tapi asik. Berhubung rumah kita berjauhan, akhirnya kita memutuskan utnuk ketemuan di Stasiun Depok Baru.

Malapetaka pertama datang!

Si Dika bukannya dateng ke Stasiun Depok Baru, tapi dia justru ke Stasiun Pondok Cina. Saya bingung saya!!!

"Udah masuk aja mas..pesen tiket Commuter Line yang ke Jakarta Kota, nanti kita ketemu kok", Dia bilang seperti itu di telephone.

"Enteng bener ngomong gitu! Ganteng!"

Menujulah sayake loket tiket. Asli, seumur-umur saya belum pernah yang namanya pesen tiket kereta, jika sekedar mengantar sih sering. Celingak-celinguk, ngah-ngoh-ngah-ngoh. Nah! Itu dia loket Commuter Line jurusan Jakarta Kota!

Akhirnya saya berhasil dapet tiketnya! Sepela ya? Wahaha..



15 menit saya menunggu, akhirnya keretanya datang. Saya dikasih tau Dika jika gerbong depan sama gerbong paling belakang itu khusus penumpang cewek. Pasti suasana didalamnya persis seperti suasana kelas anak SMK jurusan kecantikan. 

Saya lihat satu-persatu gerbongnya, takut keliru masuk aja. Si Dika tadi pesen jika saya harus masuk gerbong ke 2. Dia janji akan mencari saya. Kebetulan saya sudah tidak percaya janji palsunya itu bocah dan saya juga bingung berlebih. Oke mathursuwun. Masuklah saya ke gerbong yang entah gerbong nomer berapa.

Gerbong paling depan dan paling belakang adalah gerbong khusus cewek, berarti gerbong selain itu adalah gerbong khusus cowok. Tapi kenapa di dalam gerbong yang saya naikin masih ada ceweknya? Wah, gak adil nih! Emansipasi kaum cowok dikemanain coba? Tau gitu saya masuk gerbong paling depan aja kan. tsaahh..

"Elu berdiri di deket pintu aja mas, nanti gue cari"   Dika merintah. Saya turutin.

Tidak paham maksudnya apa, biar saya gampang diketemukan atau biar saya nafsu untuk lompat jika tiba-tiba saya galau? Tapi sorry bung, saya bukan pemuda yang hobi dengan hal itu. Hahaha..

Gak punya cewek terus galau, gak punya duit terus galau. Apapula lay! Daripada kalian dikit-dikit galau, saya saranin mending naik ke pohon kelapa, jika sudah sampai di pucuk, lompat! Inget, kepala duluan.

Kereta berjalan . Tidak terasa sudah melewatin 3 stasiun, berarti tinggal tersisa 17 Stasiun lagi. Masih lama? Betul! Masih lama. SMS Dika dulu ahh.

Malapetaka kedua datang!

SMS Dika : Keretanya penuh banget mas, gue gak bisa gerak nih! Kita ketemu di Stasiun Jakarta Kota aja sekalian.

Saya terima! Mulai sekarang sampai 17 stasiun kedepan saya akan bengong sendirian. Oke-oke. Disaat seperti inilah kegunaan Mp3 sangat-sangat terasa! Saya mulai merasa nyaman dan pejalanan saat itupun terasa menyenangkan. Tapi kenyamanan saya tidak bertahan lama. Artinya sebentar.

Malapetaka ketiga datang!

Tidak tau mimpi apa saya semalam, saat itu juga saya ketemu sama dua orang cowok yang berprilaku aneh. Mereka bukan copet, copet gak bakal se-metroseksual itu. Wasyuuu!!! mereka MAHO!!! Mereka berdiri tepat disamping saya!!!

Gila, dua cowok ini mesra!!! Persis seperti ABG labil yang baru kenal pacaran. Siklusnya gini, Saling pandang-tersipu-rangkulan-tersipu-pegangan tangan-tersipu-pegang tangan saya-jelas saya gampar!

Takut! Saya memang phobia sama makhluk beginian. Saya mencoba untuk dikit demi sedikit menjauh dari mereka, tapi usaha saya tidak berakhir sukses, gerbong penuh penumpang. Tidak ada cara lain untuk menghindari mereka selain berdoa.

Saya tidak berharap mereka sadar atas kelakuan menyimpang mereka, itu hak mereka. Saya berharap mereka sadar sebentar saja jika saya tidak nyaman dekat-dekat dengan mereka! Itu aja.

Alhamdulillah, doa saya terkabul!!! Mereka hanya sebentar berada di gerbong ini. Di stasiun berikutnya mereka turun. Legaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, mungkin efek minyak wangi sebakul yang dipakai oleh dua orang cowok super gahar tadi. Sampai di Stasiun Jakarta Kota! Dika mana Dika???

Setelah kita berpisah sekian lama, akhirnya kita beretemu. Terimakasih banyak Tali Kasih!

Kita sudah tidak sabar ingin langsung ke TKP, tapi apesnya kita tidak paham jalannya kemana. Malu bertanya sesat dijalan? Salah! Yang benar itu tidak bisa membaca sesat dijalan. Kita tidak bertanya kok, tapi kita membaca peta yang ada di area stasiun. Ngeselin ya? Hahaha..

Sebelum kita ke Kota Tua, kita tertarik nyicipin bangunan yang lumayan (gak) muda. Nama bangunan itu Musium Bank Mandiri. Inilah Musium perbankan pertama di Indonesia. Musium ini juga gratis bagi nasabah Bank Mandiri. Yes, yang beginian ini yang nikmat. Begitu masuk ke dalem Musium, saya seperti menembus waktu ke Bank tempo doeloe.

Banyak barang-barang super jadul dan bersejarah yang bisa kita temuin di Musium ini. Ada koleksi buku besar, mesin hitung, koleksi uang koin, uang kertas kuno, surat-surat berharga, berbagai macam jenis dan bentuk Brankas, sampe sebuah Waroeng Kopi yang punya nuansa klasik, ada disini.

Buku Besar (Groetbook)


Perjalanan di kereta tadi sepertinya cukup membuat saya dan Dika lelah. Kita putuskan untuk duduk-duduk sejenak.



Di sekitar area Waroeng Kopi ada buku yang berukuran besar. Ini bukan buku besar yang sudah saya foto di atas, tapi ini buku biografinya Musium ini. Di lembar berikutnya saya menemukan tempat untuk menulis kesan dan pesan bagi para pengunjung Musium. Tapi saya rasa lebih banyak yang nyumbang tanda tangan daripada nulis kesan deh. Dasar Indonesia.

Ini dia Buku Biografi Musium, kesan dan pesan itu..



Istirahat cukup. Naluri saya sudah tidak sabar ingin cepat ngejajah Musium ini. Baru keluar dari area Waroeng Kopi, Dika sudah nemuin jalan turun. Yuk kita kesana. Ternyata jalan ini menuju lantai dasar atau bahasa lawasnya Begane Grond. Keliatanya area ini menjadi pusat kegiatan perbankan pada masa itu deh.

Di area ini kita bisa ketemu sama boneka-boneka seukuran manusia atau Manekin. Boneka ini di tata sedemikian rupa untuk mengajak kita mengetahui bagaimana proses dan suasana kerja di masa itu. Saya sempat mengambil foto salah satu Manekin yang lagi nunjuk ke arah lemari yang punya banyak laci. Saya rasa ini dulu lemari buat nyimpen uang-uang receh.



Bukan hanya lemari, di area ini juga tersimpan banyak Brankas. Jenis dan ukurannya bermacam-macam. Ada yang dari Jepang, ada juga yang dari Belanda. Mungkin saat itu Indonesia baru belajar memproduksi Gethuk, bukan Brankas.

Kesan Kokoh Kerasa Banget

Andai saya bisa membuka salah satu Brankas ini, saya pasti kaya-raya. Saya teraktir orang se-kelurahan untuk minum cendol!

Mulai Gila

Saya yakin, area ini dulu benar-benar ketat keamanannya. Bukan cuma Brankas saja yang punya kode rahasia, bahkan pintu yang menghubungkan ruangan satu ke ruangan yang lain juga ada kode rahasianya. Pintunya juga bukan sembarang pintu, tapi terbuat dari baja, modelnya juga berlapis, dan dilengkapi teralis besi. Persis penjara.

Inilah Bentuk Pintunya, Yang Berdiri Itu Bukan Manekin Atau Makhluk Astral, Itu Dika

Dari area ini, saya dan Dika berlanjut ke ruangan berikutnya. Masih di lantai dasar. Di area ini saya menemukan banyak Manekin, wallpaper situasi gedung ini tempo doeloe, dan barang-barang tua yang ada di masa itu. Mulai dari rel kereta, sepeda onthel, jam tugu, Manekin penjual Es Selendang Mayang, dan Manekin masyarakat kita yang lagi kerja paksa ngebangun gedung ini. Miris melihatnya.

Ini dia suasana area itu..




Setelah puas menikmati area ini, kita berlanjut ke atas. Disepanjang jalan saya melihat banyak potret seputar gedung ini dari masa ke masa. Semua tersusun rapi. Lorong-lorong gedung ini juga dihiasi lampu-lampu remang yang membuat suasana menjadi tenang. Tapi ada juga yang membuat suasana menjadi tegang. Manekin penjaga! Ada dua Manekin yang berpakaian persis tentara belanda dan memegang senapan laras panjang. Tembak gue kalo bisa!

Belum sempat berjalan ke atas, mata saya sudah di tarik oleh salah satu ruangan di dekat situ. Di ruangan ini kita bisa mengetahui bagaimana proses penyiksaan yang dilakukan para penjajah kepada masyarakat kita pada masa itu. Ada empat Manekin, yang satu berperan sebagai bos, yang dua sebagai masyarakat kita, dan yang satu lagi sebagai tentara londo. Disitu masyarakat kita dipaksa mikul peti yang isinya uang.

Ada Perasaan "Gak Terima" Di Hati saya

Cukup. Mari kita ke atas. Tadinya si Dika ngajak langsung keluar Musium, tapi saya masih penasaran dengan tangga yang ada tepat disamping pintu masuk Musium. Saya ajak Dika ke atas, dia setuju. Belum sampai di atas, saya sudah di buat terdiam oleh Mozaik yang terbuat dari kaca patri. Indah sekali!

Sesampainya di atas, saya mencari pejelasan tentang Mozaik itu. Ternyata Mozaik ini rancangan F.H Abbing Jr, dia itu anaknya pemimpin Belanda pada waktu itu. Mozaik ini menceritakan empat musim yang ada di Eropa. Ide yang cemerlang!




Tidak sempat lama di area atas, karena saya takut waktu kita tidak cukup. Yang saya lihat saat itu, area atas ini dijadikan ruang pertemuan para pejabat bank dan ada beberapa Manekin yang berarti tetep ada aktifitas perbankan disini. Entah itu apa.

Area Atas

Saya dan Dika merasa cukup. Mari kita tinggalkan Musium yang menarik ini dan kita menuju Kota Tua. Next time saya ingin kembali lagi ke sini, karena saya baru merasa cukup, bukan puas.

--------------------------------------------------


"Beli minum yuk mas, aus banget nih!"  Dika meronta kehausan. Saya juga.

Berjumpalah kita dengan pedagang Es Teh. Saya lupa nama Teh-nya apa, yang saya ingat rasanya, aneh! Teh kok rasanya sepet? Jangan bilang kalo ini Teh basi! Semoga bukan.

Dahaga sudah tersalurkan, Kota Tua sudah didepan mata. Disepanjang jalan menuju Kota Tua, kita akan melihat banyak sekali Bemo. Tau Bemo gak? Kalo Dono tau? Nah, mereka mirip.

Ini dia jalan menuju Kota Tua..




Nyampe deh di Kota Tua!

Begitu masuk Kota Tua, perasaan saya langsung sumringah. Abisnya nih tempat keren banget sih, menurut saya. Disini terdapat banyak lorong, tiap lorong juga memiliki nama yang berbeda. Salah satunya adalah Lorong Rupa. Lorong inilah yang saya dan Dika lewati.



Disepanjang lorong ini kita bisa melihat bagaimana bentuk dari bangunan-bangunan di masa rikiplik. Bangunannya keren-keren, seolah-olah mereka bilang "Harusnya kalian lahir lebih awal!". Saya jawab di dalam hati "Ogah! Nanti saya bisa ketemu sama londo-londo edian!".

Bukan hanya bangunannya yang keren, tapi barang-barang yang di jual termasuk penjualnya juga keren-keren. Kita bisa membeli barang asli buatan tangan mereka yang bernilai seni tinggi. Ada pernak-pernik, lukisan, tattoo, sketsa, siluet, dan masih banyak lagi. Tidak ketinggalan mobil dan motor antik yang terparkir rapi.

Dari awal saya melihat, saya langsung tertarik sekali dengan karya seni siluet!

Kebetulan saya beruntung karena saya bisa langsung bertemu dengan ahlinya! Beliau adalah Pak Cipto (Yang suka bikin siluet di PAS Mantab Trans|7). Pak Cipto biasa dipanggil "Opa" di daerah sini. Saya sempat ngobrol-ngobrol dan ternyata beliau sosok yang ramah dan kharismatik. Pantas jika beliau sangat disegani disini. Seniman Jempol!




Ini siluet-nya...




Hati puas! Namun perut berkata lain. Kita laper. Nah, itu ada tukang Ketoprak. Ayo di rampok! hahaa..

Ketoprak disini bukan tontonan, tapi nama makanan. Salah satu makanan yang selalu saya kangenin. Leker banget deh!

Selesai makan, kita berlanjut ke Balaikota Batavia. Saya dan Dika tidak masuk, karena gedung itu tutup. Untuk membayar rasa kecewa, kita nongkrong-nongkrong aja didepannya. Kebetulan ada event musik juga di area sini. Lumayanlah buat bersantai sejenak.

Nyantai tanpa kopi rasanya kurang enak. Entah mengapa, kopi tidak pernah absen dari hidup saya. Tiap hari pasti ngopi. Saya beli kopi, Dika pesen Es Teh, kali ini gak sepet. ehehee..

Menikmati kopi, merokok, dan melihat live band adalah acara penutup perjalanan saya hari ini. Mari kita pulang!

Sayadan Dika pergi ke stasiun Jakarta Kota lagi. Keretanya sudah nungguin kita. Mujur! Tidak perlu menunggu lama. Tapi tidak mujur ketika kita masuk ke dalam kereta itu. Gila, ini kereta apa kaleng sarden? Manusia pada berjubel begini. Bahasa eksotisnya umpel-umpelan koyok susur!

Dari Stasiun Jakarta Kota sampe Stasiun Depok Baru, kita sukses bergabung buat gontok-gontokan mempertahankan wilayah kekuasaan kita berdiri. Di kereta ini, mau cari apa aja ada. Mau cari bau ketek? Ada! Mau cari rambut yang gak dikeramasin tiga taun? Siap! Mau cari tipe orang tegas? Ada! Dia bisa tegas kalo kakinya ke injek! Mau cari orang yang penurut? Tersedia! Dia itu orang yang pasrah sama keadaan, di dalem kereta dia diem aja, di senggol diem, di dorong diem, asal jangan disuruh lompat aja sih. Itulah skelumit penderitaan saya dan Dika selama diperjalanan pulang.

Tapi semua itu menyenangkan, namanya juga Jakarta. Kalo sepi dan tenang itu bukan Jakarta namanya, tapi Pare! Gak tau Pare? Pare itu nama salah satu daerah dipinggiran kota Madiun. Daerahnya masih sepi, cocok buat pacaran, asal tahan nyamuk aja. ehehee..becanda!!!



Sometime, saya harus merasakan lagi apa yang sudah saya rasakan hari ini....

Cari Blog ??