Pages

Selasa, 20 Maret 2012

Laki-Laki #1

Di awal lulus sekolah, saya sempat memiliki yang namanya kampus idaman. Dulu, saya bisa dibilang jadi murid yang paling tertib kalo urusan 'Berulah' dan dipanggil ke ruang guru. Hampir setiap minggu saya masuk ruangan itu, entah mengapa, guru-guru saya sepertinya hobi sekali bertemu dengan saya..hahaha..

Tapi semenjak saya mengetahui kampus itu, perlahan saya mulai merubah pemikiran saya. Sedikit-demi-sedikit. Yang sebelumnya geli memegang buku, berubah menjadi mulai membaca-baca buku, yang tadinya lebih milih ngeband, berubah menjadi mulai belajar (Walau gak se-rajin teman-teman saya yang lain). Alhasil, impian saya untuk masuk ke kampus itu semakin terlihat jelas. Kampus idaman!

Kelulusan pun tiba, saya langsung pergi ke Jakarta untuk mengikuti tes masuk kampus itu. Alhamdulillah..saya lulus! Senang sekali! Keluarga pun tak kalah bahagianya! Siapa sih yang tidak bangga jika anaknya menjadi Arsitek?

Disaat kesenangan itu sedang benar-benar saya rasakan, musibah itu datang dengan sangat cepat. Tidak butuh waktu lama, saya harus menelan mentah-mentah kenyataan pait yang harus saya terima saat itu juga. Orang tua saya ditipu dan uang buat biaya kuliah saya pun ludes begitu saja.

Masuklah saya ke zona yang orang biasa sebut 'Frustasi'.

Hampir 4 bulan saya berada di zona ini. Kalo saat ini saya membayangkan, waktu itu saya tidak berbeda jauh dengan orang yang sudah tidak tau harus bagaimana menyikapi masa depannya. Miris memang.

Malam itu, Papa naik ke kamar saya. Seperti biasa, saya selalu tidak bersemangat jika diajak ngobrol. Saya lebih nyaman diam menyendiri di kamar dan mendengarkan musik seharian. Seperti itu terus.

Papa senyum, Papa mengajak saya untuk turun ke ruang tamu dan ngopi bersama.

"Iya Pa..turun duluan aja, nanti  Wicak nyusul".

Awalnya saya hanya diam saja, saat itu saya benar-benar lupa akan nikmatnya secangkir kopi itu seperti apa. Hambar.

"Le..sekarang coba kamu fikirin sedikit-sedikit, mau jadi apa kalo kamu terus-terusan kayak gini?"

Saya masih terdiam. Ucapan Papa belum bisa membuat otak saya berfikir.

"Sekarang kamu maunya gimana? Papa turutin Le, cuma kalo harus kuliah di kampus itu, biayanya belum ada, gimana?"

Saya tetap terdiam.

"Kamu itu anak laki-lakinya Papa lho Le, kalo kamu dari sekarang gak berfikir kedepan, gimana tanggung jawabmu sama keluargamu nanti? Jangan mau kalah sama musibah itu, namanya orang hidup pasti selalu dihadapkan sama yang namanya permasalahan, kecil atau besar, tinggal bagaimana kamu menyikapinya. Inget Le, kamu laki-laki, kamu harus punya mental yang kuat, itu modal kamu hidup"

Tanpa saya sadari, air mata saya sudah mulai keluar, seperti ditampar oleh ucapan itu. Saya bangun, saya harus bangun!

Saya hisap rokok saya, saya tidak berani menatap wajah Papa. Saya tidak ingin ketauan menangis didepan Papa. Papa mendekat, duduk tepat disebelah saya dan memeluk saya dengan sangat hangat. Saya sudah tidak bisa menahannya lagi. Saya menangis seperti anak kecil malam itu.

"Kejar masa depanmu, gak usah ngeliat apa yang ada dibelakang, yang harus kamu kejar itu apa yang ada didepanmu yo Le".

"Iya Pa..aku inget semua ini, makasi Pa".

Semenjak malam itu saya sadar, memang tidak mudah menjadi seorang laki-laki. Itulah sebabnya mengapa Alloh memberikan energi dan bentuk fisik yang extra lebih kuat dari pada wanita. Mungkin.

Saat ini saya sudah memiliki kampus idaman lagi. Kampus baru. Kampus yang sudah berhasil menyita perhatian saya dari pertama saya datang kesana. My world!



Simple saja, saya cinta bidang ini, saya ingin hidup dibidang ini, dan saya ingin apa yang saya dapat nanti (Seberapapun besarnya) akan berguna bagi orang banyak. Itu aja.

2 komentar:

  1. saat Tuhan tidak merestui satu jalan yang kita pilih, percayalah bahwa Dia telah menyiapkan jalan lain buat kita. jalan yang lebih indah. yang paling indah. :)

    BalasHapus

Cari Blog ??