Pages

Kamis, 16 Agustus 2012

Aku Tetap Berdiri Dan Melihat Sinar Itu Dari Kejauhan

Pagi itu aku tiba di stasiun kereta yang terakhir kali kulihat tiga tahun yang lalu. Wah, aku sangat rindu kota ini, terutama karena ada kamu di sini. Sudah tidak sabar ingin segera melihat raut wajahmu di saat melihatku tiba-tiba datang dan tersenyum di depanmu.

"Hai cantik..tunggu aku ya..".

Dengan jelas hatiku berkata seperti itu. Aku memang sudah tidak bisa membendung kebahagiaan akan semua rencana-rencana indah kami.

"Becak mas?".

"Ke kota ya pak, ke jalan Cendrawasih".

"10 ribu ya mas?".

"Siap pak, pelan-pelan saja ya pak, saya mau menikmati tiap bangunan di kota kelahiran saya ini".

"Iya mas tenang saja, monggo..".

Di sepanjang jalan aku seperti menonton film saja. Tiap jengkal jalanan kota ini seperti memiliki cerita untukku, untuk hubunganku denganmu. Aku terus tersenyum dan terkadang menahan tawa karena ada bayangmu yang sepertinya selalu mengajakku untuk bermanja. Saat itu.

"Mas mas..sudah sampai".

Ucapan sang tukang becak menyadarkanku jika ternyata aku sudah dekat sekali dengan rumahku.

"Persimpangan ke dua nanti belok ke kiri ya pak, rumah ke tiga".

Sampai. Ibu nampak sudah sangat menunggu kedatangan anak laki-lakinya ini. Beliau langsung memelukku. Sungguh pelukan yang hangat. Pagi itu Bapak sudah tidak ada di rumah. Seperti biasa, beliau memang sosok pekerja keras yang selalu menomer satukan keluarganya. Bangganya aku menjadi anaknya.

"Bapak sudah pergi kerja ya Bu?".

"Ya iya Le, kamu kayak gak kenal Bapakmu saja, sudah dari setengah jam yang lalu Bapakmu keluar rumah".

"Bapak memang rajin ya Bu, pasti dulu Ibu suka ke Bapak juga karena Bapak itu tipe laki-laki pekerja keras to?".

Lalu kami larut dalam kehangatan tawa. Suasana seperti ini yang selalu jadi lamunanku di tiap malam, di sana, di kota tempatku mencari sesuap nasi. Ku putuskan untuk mandi, sarapan bersama Ibu, lalu pamitan untuk menemui Sinar. Wanitaku.



"Hati-hati di jalan ya Le, ajak dia main ke rumah, nanti kita bisa makan malam bersama di sini".

"Injih Bu, aku pamit ya, Assalamualaikum".

"Wa'alaikumsalam Le..".

Ibu memang sudah menyukai sosok Sinar dari awal aku mengenalkannya. Bagi Ibu, dia wanita yang tepat untuk menemani sisa hidupku. Sinar itu sederhana, tapi dia selalu bisa membuat orang lain berfikiran jika dia itu sebenarnya memiliki sesuatu yang luar biasa. Spesial sekali.

Tidak ada semangat yang lebih besar dari semangat yang aku rasakan saat itu. Andai aku bisa meminta, mungkin aku akan meminta sepasang sayap saja kepada Sang Pencipta. Agar aku bisa cepat sampai di sana.

Jarak rumahku dan rumah Sinar sebenarnya tidak terlalu jauh, namun jalanan di kota ini memiliki banyak jalan yang satu arah. Jadi, mau tidak mau aku harus berputar terlebih dahulu. Mengapa perjalanan ini terasa lebih lama jika di bandingkan perjalananku dari Jakarta ke kota ini ya?

Kakiku menginjak halaman rumah itu. Banyak sekali perubahan yang terjadi. Semua sekarang terlihat lebih mewah. Ada beberapa bagian rumah yang mungkin sudah di renovasi selama aku tidak di sini. Cat temboknya pun sudah tidak seperti dulu.

Ku persiapkan senyum terbaikku untuk wanita itu. Perlahan ku melangkah ke dalam rumahnya.

Seperti ada yang menghujam begitu keras. Kaku. Seluruh tubuhku terasa sangat dingin. Aku tidak percaya akan apa yang aku lihat di depanku saat ini.

"Mas Bima, kapan datang mas??? Kok gak ngasih aku kabar???"

Sinar sangat terkejut akan kedatanganku. Suara yang selama ini selalu ku rindu, terdengar seperti sayatan-sayatan kecil yang membuatku tidak bisa bergerak walau sekedar melihat wajah ayu'nya.

Aku tidak percaya akan apa yang aku lihat!!!
Ada apa ini???

"Ayo masuk mas, kita ngobrol di dalam saja".

Tanganku di pegang Sinar, cepat saja aku memasuki rumah yang seakan terasa seperti ruang eksekusi. Fikiranku melayang entah kemana. Air mata ini pun sudah tak ingin keluar, padahal aku sangat membutuhkannya agar sesak ini terasa lebih ringan. Mungkin karena sulitnya aku menerima kenyataan.

Kemana perginya janji-janji itu??? Di bunuh siapa semua rencana kami selama ini!!! Meronta. Namun tak terlihat.

Semakin terasa pedih di saat Sinar berusaha menjelaskan semuanya. Tapi aku tidak bisa langsung pergi dari sini walau sebenarnya aku ingin. Masih ada yang mau aku sampaikan, mungkin menjadi pesan terakhirku untuk hidupnya.

"Maafkan aku mas, sungguh maafkan aku, ini semua di luar kuasaku dan terjadi begitu saja. Janin di dalam tubuh ini sudah 8 bulan. Dan selama itulah aku berkelahi dengan nuraniku. Aku memilih untuk menutupi semua ini. Aku tak sanggup jujur kepadamu mas. Aku terlalu lemah. Aku tak ingin kau pergi ketika tau semuanya, saat-saat seperti inilah yang selalu aku tunggu di setiap hariku. Saat di mana aku merasa sangat tenang jika ada di sampingmu. Walau sesaat, walau aku tau setelah ini mungkin kau akan pergi dari kehidupanku untuk selama-lamanya mas..".

Tuhan terasa begitu dekat denganku saat itu. Seperti ada kekuatan yang bisa membuatku tetap diam dan duduk di kursi kayu itu. Kelu. Seperti kehilangan arah dan tidak mengerti harus berkata apa. Aku diam.

"Mas, aku tidak baik bagimu. Aku sekarang tak lebih dari seorang wanita hina yang sedang menunggu kesalahannya hadir di kehidupan ini. Aku menerima apapun sikapmu kepadaku setelah ini mas. Apapun itu. Namun jangan paksa aku untuk melupakan semua keindahan yang sudah kita bangun bersama, semua janji itu, rencana-rencana indah kita mas..mas.."

"Sinar, jangan kau anggap anakmu nanti sebagai satu kesalahan. Dia tidak bersalah sedikitpun!"

Aku memotong penjelasan Sinar. Baru kali ini aku sedikit membentaknya. Tangisnya semakin menjadi. Ingin sekali memelukknya seperti dulu. Aku memang tidak kuat melihat air matanya. Namun aku merasa seperti ada tembok besar yang menghalangiku untuk melakukannya. Tembok yang tercipta oleh pemikiranku sendiri.

"Kenapa kau tidak memelukku seperti biasanya mas?".

Jiwaku di kejutkan oleh permintaan itu. Berat sekali mendengarnya. Tubuh ini pun ku paksa mendekat, ku peluk dia dengan perlahan. Berbeda sekali, rasa-rasanya aku seperti memeluk wanita yang tidak aku kenal hatinya. Bahuku terasa hangat oleh air mata itu. Kubelai rambutnya, berharap dia merasakan kekuatan rasaku yang hingga detik itu tidak meninggalkannya walau sesaat. Sinar membalas pelukkanku dengan pelukkan yang lebih erat. Air mataku kini datang. Aku menangis dalam senyumku.



Perlahan ku bisikkan "Hai cantik, apa kau bahagia?"

Sinar terdiam. Terus menangis. Aku seperti terseret ke dalam situasi yang selama ini tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Inilah kenyataan.

Perlahan kulepaskan pelukkan itu. Pilu rasanya. Ku kembangakan senyumku untuk Sinar, sekuat yang aku bisa. Senyum terakhir. Tanganku di genggamnya sangat erat, alam seolah mewakilinya untuk berkata "Jangan tinggalkan aku".

Lepas sudah genggaman itu. Sama seperti aku melepas semua alunan nada indah di hubunganku dengannya.

Ku langkahkan kakiku. Berat sekali. Sangat berat. Tapi aku harus melakukannya. Untuk jiwa ini, untuk Sinar, dan untuk kehidupan kami kedepannya.

"Suatu saat nanti, anak ini akan mengerti jika ibunya pernah bersama dengan laki-laki yang penuh kedamaian..Laki-laki yang selalu memiliki ruang kecil di hati ibunya ini..itu kamu mas..".

Ada senyum kecil dariku yang tercipta sesaat setelah ku dengar ucapan itu. Namun aku diam. Karena aku sudah tak sanggup melihat keindahan terbesar dan warna terindah yang mulai detik ini harus ku hapus secara perlahan. Walau aku tau, hingga ujung usiaku pun aku tak akan mampu melakukannya.

Sinar itu kini meredup. Sinar yang selama ini menjadi semangatku berjalan menapakki kehidupan.

Sinar itu kini bukan wanitaku lagi.


Rabu, 15 Agustus 2012

27 - 28



Diam.
Tersenyum karena beberapa bayangan itu.
Lalu seperti ada yang merasuk didalam.
Pilu. Sakit.

Sadar jika seharusnya tidak seperti ini.
Tapi jiwa ini terbatas.
Melewati sedetik saja waktu untuk tidak mengingat akan hal itu pun tidak daya.

Malam ini aku hidup. Ragaku, bukan jiwaku.
Beberapa bulan yang lalu ada petir yang merobek cerita ini.
Apa yang harus aku lakukan! Sang Penguasa pun saat itu sudah kumintai tolong namun hanya diam!!!

Keindahan itu memang membuatku menggila.
Waktu yang tak akan kembali pun seakan terbahak melihatku terpaku disini.
Diam!!!
Aku ingin berlari namun ada kenikmatan yang memaksaku untuk tidak bergerak.

Tidak. Ini bukan segalanya.
Birakan. Alam sedang tidak ramah dengan jiwaku.
Kebahagiaan harusnya menjadi sahabat terbaikku saat ini.

Hari dimana nafas pertamaku tercipta justru menyimpan selembar harapan akan ucapan.
Seperti sakau! Hanya ada dua hal yang bisa membuatku menenang.
Ucapanmu dan keinginanku untuk tetap berperang melawan perasaanku yang saat itu salah.

Dan pilihanku adalah.....yang kedua.

Selamat bertambah usia Petarung.



Selasa, 14 Agustus 2012

Masih Aja Susah Move On ?


Salam dulu ah biar terkesan sopan. "Selamat dini hari !" haha..
Enak ya yang udah pada tidur pules. Pengen sih, tapi hasrat buat nulisin ini semua udah terlanjur nyampe di ujung. Udah gak mau ditahan-tahan lagi. Dari pada nanti kumis saya semakin lebat, mending saya lakukan saja sekarang..hehe..

Ini bukan bicara tentang kumis atau rambut-rambut yang lain. Ini juga bukan bicara dimana kita bisa mendapatkan obat atau cara cepat memanjangkan kumis atau bulu-bulu di badan kita..iiissshh..Kok jadi merinding sendiri ngebayanginnya? Haha..

Jadi gini, gak tau kenapa nih ya, akhir-akhir ini saya sering banget dapet pertanyaan, atau sekedar baca uneg-uneg'nya seseorang kalo dia itu susah buat pergi secara total dari masa lalunya. Bahasa gawulnya itu MOVE ON. Iya, belum bisa move on.


Hayoooo..kamu juga termasuk susah move on ya? Ngaku aja deh ! Lha wong saya juga gitu kok, lebih baik mengaku dari pada mengaduh. Dini hari ngomongin mengaduh?? Halah kok jadi kemana-mana..ehehe..tapi itu dulu, bukan sekarang. Alhamdulillah sekarang saya sudah sembuh dari 'penyakit' itu semenjak saya pergi ke Warteg di ujung jalan. Sorry, saya bukan anak gawul yang terlalu mudah kebawa suasana dengan ikut-ikutan girang dengan nama klinik itu. Jadi saya lebih memilih Warteg sebagai solusinya :p

Menurut penelitian saya yang semoga tidak gagal, sebenernya penyebab susah move on itu sederhana, ada dua. Pertama, kita belum bisa ikhlas dan kedua, kita belum berani menciptakan moment move on untuk diri kita sendiri. Kebanyakan itu hanya menunggu atau mencari, bukan menciptakan.

Disitulah letak kesalahan dasarnya!

Mau ditunggu sampai kapan? Sampai mantan kita berjalan di depan kita sambil ngegendong anak dan di rangkul mesra pasangannya? Terus kita baru bisa move on gitu? Yakin kuat ngeliat itu semua? Gak nyesel misalkan secara gak sadar kita menyianyiakan seseorang yang istimewa dan ternyata ada dekat sekali dengan kita cuma karena kita belum bisa move on?

Mau dicari kemana? Ke kantor polisi terdekat?

Itu penyebabnya! Pertanyaannya adalah "Kenapa kok itu yang jadi penyebabnya?"

Naah..ini terjadi karena banyak faktor atau kebiasaan dari diri kita sendiri dalam menyikapi masa lalu itu.

Sadar gak kalo kadang kita lebih memilih menutup mata akan 'keindahan dunia' berupa lawan jenis kita yang bisa saja jauh lebih baik dari masa lalu kita? Sadar?

Sadar gak kalo kadang kita terlalu men-dewa-kan masa lalu kita? Sadar?

Sadar gak kalo kadang kita pasrah 'di kurung' sama perasaan kita sendiri? Sadar?

Sadar gak kalo kadang kita menjadikan masa lalu itu sebagai barang antik yang terus-terusan di simpen atau di pajang? Sadar?

Sadar gak kalo gara-gara masa lalu itu kadang kita suka menutup diri dari sikap baik lawan jenis kita yang ada di depan? Sadar?

Sadar gak kalo yang namanya waktu itu sangat-sangat berharga dan gak akan bisa kembali? Sadar?

Sadar gak kalo kadang kita itu terlalu dibutakan sama ucapan "Kalo jodoh pasti gak kemana" ? Jodoh itu diusahakan, bukan ditunggu atau dibiarin kemana-mana. Sadar?

Sadar gak kalo kadang kita itu masih aja nyimpen foto mantan kita di HP atau di dompet? Emang sengaja biar gak lupa ya? Sadar?

Sadar gak kalo kadang kita itu terlalu suka mengenang? Lagu dikenang, film dikenang, jalanan dikenang. Tuh kan, jadi kayak lagu lawas kan? hahaha.. Sadar?

Sadar gak kalo kadang kita itu terlalu memanjakan perasaan kita sendiri? Sedih kok betah? Sadar?

Sadar gak kalo diluar sana itu banyak banget kegiatan atau hal-hal seru yang lebih bermanfaat dari pada bersedih? Sadar?

Coba disadari, tarik nafas, terus coba ditanyain ke hatinya deh. Masih banyak hal lain yang tanpa kita sadari membuat kita susah move on atau enggan move on. Selebihnya silahkan dicari sendiri.

Pertanyaan selanjutnya adalah "Buat apa itu semua kita lakukan??"

Bilangnya mau move on dan ngerasa udah gak sanggup kalo terus-terus kayak gitu, tapi kok gak berani melepas itu semua dan bilang "Semuanya cukup !!!" ? Kenapa gak berani? Belum siap? Situ mau ngelahirin apa mau sunat? Kok pake persiapan segala? Hahaha..

Seperti apa yang udah saya bilang di awal. Jangan nunggu atau mencari, tapi ciptain!

Kapan kita bisa nyiptain moment move on? Kapan aja kita mau, kita pasti bisa kok! Detik ini pun bisa. Asal kita mau TOTAL dan PERCAYA sama diri kita sendiri kalo kita PASTI BISA keluar dari kondisi yang MEMPERIHATINKAN kayak gini.

Kenapa saya bilang memprihatinkan? Karena orang yang terus-terusan sedih karena masa lalunya itu terlihat seperti budak. Lebih tepatnya diperbudak sama perasaan dan pikiran dia sendiri. Kan seharusnya kita yang pegang kendali atas hidup kita, bukan keadaan yang mengendalikan kita. Rugi sekali.

Udah lumayan paham ya?

Untuk langkah awal, saya sarankan buat menghapus nomer telepon atau apapun yang bisa menghubungkan kita dengan masa lalu kita. Kejam? Oh jelas enggak, itu semua kita lakuin buat diri kita dan dia juga kok. Justru kita bisa dikatakan kejam ke diri kita sendiri kalo kita terus-terusan ada di keadaan kayak gini. Belum move on.

Maksud dari perbuatan itu apa ?

Pertama, kita gak akan bisa lupa dan keluar dari keadaan ini kalo kita masih aja pengen tau kabar dan info terbaru dari masa lalu kita. Buat apa? Iya kalo kabar itu kabar baik? Kalo kabar buruk? Misal gini, masa lalu kita udah punya pacar duluan, gimana hayo? Yang ada malah semakin kacau kan? Jadi lebih baik benar-benar gak tau aja.

Kedua, gak berhubungan lagi atau berkomunikasi lagi itu bukan berarti membenci kok. Kita cuma memberi waktu untuk perasaan kita sendiri dan perasaan masa lalu kita (mungkin) agar semuanya itu benar-benar SIAP. Saling introspeksi diri itu baik lho. Kalo semuanya udah siap, mau berkomunikasi seperti apapun juga gak akan ada perasaan yang menggangu.

Percaya deh, nanti juga ada waktunya sendiri kok, dimana kita itu berada disuatu keadaan yang gak pernah kita perkirakan sebelumnya. Nah, keadaan itulah yang membuat kita kembali berkomunikasi dengan masa lalu kita. Konek lagi. Tentunya tanpa perasaan yang kita rasakan sebelum kita berhasil move on dulu. Jadi saat itu semua berjalan nyaman-nyaman aja. Bisa ngebayangin kan?

Oke cukup. Semua sekarang kembali ke diri kita. Mau terus sedih atau move on? Mau keliatan seperti budak atau seorang pemenang? Ayok ciptain moment move on mu sekarang! Iya sekarang! Jangan ragu buat ngelakuin itu semua, itu semua juga buat kamu kok, buat hari-hari indahmu kedepannya, buat kedamaian pikiranmu, buat tiap prestasi yang sebenarnya bisa kamu dapet tanpa perasaan sedih itu!

Jangan mau dirugikan sama perasaan kita sendiri! Kalo di dunia ini ada satu orang aja yang berhasil move on, berarti kamu juga sangat-sangat bisa! Jangan bilang "Gak bisa".



Semoga berhasil dan cepat sembuh ya wahai para pasien. Kalo belum berhasil juga, silahkan ajak saya ke Warteg terdekat. Wahahaa..

Minggu, 12 Agustus 2012

Kamar Ini Adalah Gudang Senjata Bagi Dunia

Dini hari. Disaat sebagian orang sedang menikmati istirahatnya, termasuk teman saya yang saat itu sudah terlelap. Lelah rasanya setelah seharian menempuh perjalan hingga sampai di kota ini. Yogyakarta.

Ingin tidur, tetapi tidak bisa. Ternyata otak ini masih terus bekerja. Lamunan saya melompat kesana-kemari dengan riang. Tidak, memang sengaja tidak saya larang. Saya bebaskan saja, toh nanti jika dia sudah lelah dia akan beristirahat dengan sendirinya.

Melihat kesekeliling kamar ini, hijau warna cat temboknya, namun sudah terlihat agak kusam. Beberapa poster acara seni dan budaya berhasil menutup tembok yang sudah rusak atau retak. Lantai serta kaca pun sudah sangat berdebu. Seorang teman sempat bertanya kepada saya dengan logat daerah asalnya "Wah..prihatin sekali kamar kau? Kecil sekali?". Saya hanya membalasnya dengan senyuman.

Mama sempat berulang kali menanyakan akan kenyamanan tempat tinggal saya itu. Saya tidak protes dan tidak punya fikiran untuk pindah ke tempat yang lebih nyaman. Pertanyaan itu selalu saya jawab "Nyaman kok Ma..Alhamdulillah..".

Entah mengapa, saya hanya punya keyakinan jika dari tempat seperti inilah saya benar-benar bisa merasakan 'perang' sekaligus 'kemenangan mutlak' pada akhirnya nanti. Bagi seorang anak (pejuang) laki-laki.

Andai saja kamar saya saat ini besar, bersih, dan dipenuhi berbagai macam fasilitas, mungkin saya tidak akan memiliki fikiran hingga ke arah sana. Mungkin saya sudah tidur dan memilih untuk bangun siang. Hambar dan tanpa tantangan sekali. Bukan hidup.

Beberapa waktu yang lalu raga ini sedang terlelap, hanya jiwa yang berpijak namun tidak tetap. Saat ini, raga ini sudah terbangun, jiwa pun sudah kembali bersamanya. Tuhan sudah mempersiapkan semua senjata itu di depan. Saatnya berperang, menghancurkan semuanya tanpa sisa dan kembali membangun istana impian dengan perlahan tapi pasti.


Selasa, 07 Agustus 2012

Hujan, Cerita, Dan Aku

Tetesan air yang memiliki banyak arti untuk sebagian manusia dan sebagian manusia lainnya. Anugrah bagi mereka sekaligus cobaan bagi mereka.

Hujan.

Semasa kecil, peristiwa alam ini seakan tampak layaknya hantu. Selalu menciptakan rasa takut di sanubari. Entah mengapa, mungkin saja karena tubuh ini memang tidak bersahabat dengan dingin.

"Pakai jaket terus selimutan dikamar.."

Terngiang pesan itu. Seakan membuatku semakin kecil saja. Tapi tetap aku turuti.

Namun sekarang, saat ini, semua itu telah berubah menjadi satu hal manis. Peristiwa kelabu itu kini menjadi terasa berwarna. Warna apa saja, sesuai dengan yang ku inginkan.

Karena hujan selalu menorehkan cerita di atas ceritaku. Seperti halnya malam itu, kita hanya duduk di depan toko sepeda yang sudah tutup. Kaki kita pun basah karena percikannya. Tapi kita tidak memiliki niat sedikitpun untuk pergi dan mencari tempat yang lebih nyaman. Biarkan saja seperti ini, toh cerita itu pun tak akan berubah.

Dimensi dimana ku merasa teramat nyaman untuk menceritakan setengah kepahitan hidupku.

Aku tidak malu, aku tidak ragu!

Karena aku tau kaulah orang yang tepat untuk mendengar dan sedikit saja tersenyum untukku. Terimakasih untuk detak-detak yang didalamnya tersimpan beribu nada yang mungkin sangat sulit untuk diungkapkan ketika suasana tidak seperti itu. Tidak seperti malam itu. Hujan.

Aku bukan sepenuhnya mengenangmu atau merindumu. Tapi moment itu, moment yang selalu mengingatkanku akan perubahan. Kelabu menjadi berwarna. Takut menjadi sangat nyaman. Ada apa?



Hujan. Terimakasih.

Cari Blog ??