Pages

Minggu, 25 Maret 2012

Pilihan

Musik. Bagi saya itu pilihan hidup.

Banyak bidang yang saya suka, tapi hanya musik yang bisa bikin saya lapar terus-menerus untuk mempelajarinya. Tahun ini saya memiliki keinginan untuk melanjutkan kuliah, dan jurusan musik yang saya pilih. Seni itu keindahan dan musik adalah bagian terbesar didalamnya. Saya percaya itu.



Pilihan saya jatuh kepada salah satu Institute di Yogyakarta, begitu tau biografi, cerita, dan keadaannya secara langsung, saya dibuat jatuh cinta oleh semua isi'nya. Indah memang, tapi tak se'indah dukungan yang diberikan oleh keluarga.

Di awal saya memilih bidang ini, hampir semua keluarga menentang. "Mau jadi apa kamu ngambil jurusan musik?". Itu tanya mereka.

Saya hanya diam. Berbagai saran diberikan, yang disuruh milih bidang ini'lah, itu'lah. Kesel juga sih, tapi saya mencoba untuk melihat segi positifnya. Mereka mungkin seperti itu karena mereka tidak mau saya salah melangkah. Kedua, mereka seperti itu karena mereka belum tau banyak tentang isi dari bidang yang mau saya seriusin ini.

"Kalo ngambil musik, paling ujung-ujungnya jadi anak band !"

Itu kata-kata yang akhir-akhir ini akrab sekali ditelinga saya. Konteks anak band disini adalah, anak band yang manggung dari panggung satu ke panggung yang lain, dengan bayaran yang tidak bisa buat beli rokok (Artikan : tidak bisa untuk biaya hidup).

SALAH !

Buat apa saya kuliah bertahun-tahun jika hanya ingin menjadi anak band yang seperti itu? Maaf, saya tidak bermaksud menjelekkan konotasi dari anak band itu sendiri, yang saya maksud disini adalah, anak band yang keluarga saya maksud atau tau.

Semua harus ada ilmunya, setuju ya?

Alangkah indahnya jika kita bisa lebih mengenal bidang yang memang sudah sangat kita cintai, lalu dari situ kita bisa hidup dan memberikan manfaat untuk orang lain. Musik.

Kenapa disini saya sebut hidup?

Pernah denger nama-nama seperti Franz Joseph Haydn, Wolfgang Amadeus Mozart, Ludwig Van Beethoven, George Frederick Handel, Sergei Rachmaninov, Peter llyich Tchaikovsky, Gustav Mahler, Giuseppe Verdi? Mereka komposer-komposer jagoan yang berhasil jadi sejarah di dunia musik. Apakah mereka hidup dari ber-Musik? Tentu saja, mereka hidup sejahtera.

Jika di Indonesia mungkin kita semua sudah tidak asing lagi dengan nama-nama seperti Addie MS, Purwacaraka, Erwin Gutawa, Yovie Widianto atau yang lebih lawasnya ada Gesang Martohartono. Semua hebat. Mereka sangat cemerlang!

Siapa yang tidak mau menjadi sejarah?
Siapa yang tidak mau hidup?
Siapa yang tidak mau bermanfaat untuk banyak orang?
Siapa yang tidak mau dikenang karena hal positif?

Itulah beberapa alasan mengapa saya percaya dan memilih musik menjadi pilihan hidup. Terlepas dari itu semua, saya hanya ingin membahagiakan mama dan orang-orang yang saya sayangi. Sampai saat anggota tubuh saya sudah tidak berfungsi lagi.

Kamis, 22 Maret 2012

Jangan Kenakan Seragam Temanmu

"Jadilah diri sendiri.."

Saya yakin sekali, mata dan telinga kita sudah tidak asing dengan kata-kata itu. Menjadi seperti kata-kata itu tidaklah semudah kita menghujat para banci dan tak semudah ketika saya berniat untuk menuliskan semua ini. Sangat-sangat tidak mudah.

Banyak hal yang bisa menjadi tembok besar antara kita dan menjadi diri sendiri. Salah satunya adalah, selalu ingin menjadi seperti orang lain. Setuju? Gak usah ngotot Bung!

Contoh sederhana, kita melihat teman kita punya sepeda motor keluaran terbaru, lalu kita melihat sepeda motor milik kita sendiri yang ternyata sudah jauh tertinggal dari segi mesin dan modelnya, kemudian kita jadi iri dan ingin memiliki motor seperti yang teman kita miliki.

KENAPA?

Takut dikira ketinggalan jaman? Takut tidak up-to-date? Atau takut pacar kita kecewa karena kita tidak bisa seperti itu?

ANDA SALAH BESAR BUNG!

Justru berbagai siksaan pikiran dan batin akan kita rasakan kalo terus-terusan mempertahankan kebiasaan ini. Biarkan orang lain seperti itu, dan biarkan kita tetap menjadi apa yang kita mau dan menikmati apa yang sudah ada.

Dulu saya bisa dibilang korban jati diri. Memalukan memang. Teman saya bisa bermain gitar akustik, saya ingin bisa seperti itu. Teman saya bisa bermain bass, saya pun ingin bisa. Teman saya bisa maen drum, saya ingin bisa. Teman saya bisa nyanyi, saya tetap ingin bisa. Begitu saja terus sampe mampus.

Memang ada sisi positifnya. Yaitu, kita jadi punya motivasi untuk mempelajari banyak hal. Tapi selebihnya? Puas? Bohong sekali jika kita merasa puas. Yang saya rasakan selama saya menjalani pemikiran seperti ini adalah, saya kehilangan identitas.

Saya seperti tidak mengerti harus bagaimana dan apa yang sebaiknya saya pilih. Kenapa? Karena apa-apa saya ikuti. Dari situlah saya mendapatkan pelajaran yang hingga sekarang saya ingat betul. Belajar merubah kebiasaan meniru dan membanding-bandingkan itu memang tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa kan?

Satu hal, mempelajari karena ingin memiliki kemampuan dengan mempelajari karena ingin bisa seperti orang lain adalah hal yang sangat berbeda. Semoga bisa membedakan.

Kenapa seorang Dokter spesialis memiliki bayaran yang lebih mahal daripada Dokter umum? Karena dia spesial dibidangnya!

Sebagus-bagusnya seragam teman kalian, kalian tetap akan terlihat lebih tampan jika memakai kaos oblong milik kalian sendiri. Yakin deh!

Saya memang bukan Mario Teguh. Saya juga tidak botak. Saya juga tidak dibayar untuk menuliskan semua ini. Terus kenapa saya menulis ini semua? Saya hanya ingin menutup jalan yang pernah saya lalui dengan tulisan ini. Jalan yang diujungnya adalah sikap latah. Jalan yang tidak punya identitas. Jalan yang dipinggirnya bertaburan topeng-topeng.

Mari belajar menciptakan dan menikmati "Wajah" kita sendiri.

Injak topeng itu. Jatuhkan pilihan lalu tekuni dan nikmati. Jangan mau terlahir sebagai RunnerUp. Jangan takut disebut berbeda. Dunia juga butuh warna. Jadilah seseorang yang SPESIAL!


Selasa, 20 Maret 2012

Laki-Laki #1

Di awal lulus sekolah, saya sempat memiliki yang namanya kampus idaman. Dulu, saya bisa dibilang jadi murid yang paling tertib kalo urusan 'Berulah' dan dipanggil ke ruang guru. Hampir setiap minggu saya masuk ruangan itu, entah mengapa, guru-guru saya sepertinya hobi sekali bertemu dengan saya..hahaha..

Tapi semenjak saya mengetahui kampus itu, perlahan saya mulai merubah pemikiran saya. Sedikit-demi-sedikit. Yang sebelumnya geli memegang buku, berubah menjadi mulai membaca-baca buku, yang tadinya lebih milih ngeband, berubah menjadi mulai belajar (Walau gak se-rajin teman-teman saya yang lain). Alhasil, impian saya untuk masuk ke kampus itu semakin terlihat jelas. Kampus idaman!

Kelulusan pun tiba, saya langsung pergi ke Jakarta untuk mengikuti tes masuk kampus itu. Alhamdulillah..saya lulus! Senang sekali! Keluarga pun tak kalah bahagianya! Siapa sih yang tidak bangga jika anaknya menjadi Arsitek?

Disaat kesenangan itu sedang benar-benar saya rasakan, musibah itu datang dengan sangat cepat. Tidak butuh waktu lama, saya harus menelan mentah-mentah kenyataan pait yang harus saya terima saat itu juga. Orang tua saya ditipu dan uang buat biaya kuliah saya pun ludes begitu saja.

Masuklah saya ke zona yang orang biasa sebut 'Frustasi'.

Hampir 4 bulan saya berada di zona ini. Kalo saat ini saya membayangkan, waktu itu saya tidak berbeda jauh dengan orang yang sudah tidak tau harus bagaimana menyikapi masa depannya. Miris memang.

Malam itu, Papa naik ke kamar saya. Seperti biasa, saya selalu tidak bersemangat jika diajak ngobrol. Saya lebih nyaman diam menyendiri di kamar dan mendengarkan musik seharian. Seperti itu terus.

Papa senyum, Papa mengajak saya untuk turun ke ruang tamu dan ngopi bersama.

"Iya Pa..turun duluan aja, nanti  Wicak nyusul".

Awalnya saya hanya diam saja, saat itu saya benar-benar lupa akan nikmatnya secangkir kopi itu seperti apa. Hambar.

"Le..sekarang coba kamu fikirin sedikit-sedikit, mau jadi apa kalo kamu terus-terusan kayak gini?"

Saya masih terdiam. Ucapan Papa belum bisa membuat otak saya berfikir.

"Sekarang kamu maunya gimana? Papa turutin Le, cuma kalo harus kuliah di kampus itu, biayanya belum ada, gimana?"

Saya tetap terdiam.

"Kamu itu anak laki-lakinya Papa lho Le, kalo kamu dari sekarang gak berfikir kedepan, gimana tanggung jawabmu sama keluargamu nanti? Jangan mau kalah sama musibah itu, namanya orang hidup pasti selalu dihadapkan sama yang namanya permasalahan, kecil atau besar, tinggal bagaimana kamu menyikapinya. Inget Le, kamu laki-laki, kamu harus punya mental yang kuat, itu modal kamu hidup"

Tanpa saya sadari, air mata saya sudah mulai keluar, seperti ditampar oleh ucapan itu. Saya bangun, saya harus bangun!

Saya hisap rokok saya, saya tidak berani menatap wajah Papa. Saya tidak ingin ketauan menangis didepan Papa. Papa mendekat, duduk tepat disebelah saya dan memeluk saya dengan sangat hangat. Saya sudah tidak bisa menahannya lagi. Saya menangis seperti anak kecil malam itu.

"Kejar masa depanmu, gak usah ngeliat apa yang ada dibelakang, yang harus kamu kejar itu apa yang ada didepanmu yo Le".

"Iya Pa..aku inget semua ini, makasi Pa".

Semenjak malam itu saya sadar, memang tidak mudah menjadi seorang laki-laki. Itulah sebabnya mengapa Alloh memberikan energi dan bentuk fisik yang extra lebih kuat dari pada wanita. Mungkin.

Saat ini saya sudah memiliki kampus idaman lagi. Kampus baru. Kampus yang sudah berhasil menyita perhatian saya dari pertama saya datang kesana. My world!



Simple saja, saya cinta bidang ini, saya ingin hidup dibidang ini, dan saya ingin apa yang saya dapat nanti (Seberapapun besarnya) akan berguna bagi orang banyak. Itu aja.

Cari Blog ??